Dua LSM asing, Mighty Earth dan AidEnvironment yang diundang dialog tidak datang. Padahal dua LSM asing ini yang diindikasikan melakukan penekanan pada perusahaan agar tidak membuka lahan. Itu sudah dilakukan LSM ini sejak l Desember 2016.
Menurut Hamdani, anggota Komisi IV DPR, kampanye negatif sawit itu erat kaitannya dengan persaingan bisnis minyak nabati. Komoditas petani Eropa seperti kedelai dan rapeseed terancam dengan kehadiran minyak sawit.
“Jadi isu deforestasi itu bukan alasan kuat untuk menghambat sawit,” katanya.
Menurut Abraham Yolmen, Ketua Koperasi Serba Usaha Merauke, masyarakat sudah menunggu perusahaan membuka kebun untuk pemilik hak ulayat. Tapi hingga sekarang belum juga dibuka untuk membersihkan lahan.
“Awalnya kami pikir perusahaan sengaja mengulur waktu. Tapi baru diketahui, bahwa tekanan LSM asing itu yang menjadi alasan perusahaan belum membuka lahan,” katanya.
Sedang Simon Walinaulik, perwakilan masyarakat hak ulayat di Merauke, menegaskan LSM jangan mengintervensi tanah masyarakat dan melarang perusahaan buka lahan. Sebab lahan yang dibuka perusahaan ini bermitra dengan masyarakat setempat dengan memanfaatkan lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU) sesuai regulasi pemerintah.
Dan Firman Soebagyo, Ketua Panja RUU Perkelapasawitan DPR, mengatakan sebaiknya NGO mau datang jika diundang berdialog mengenai perkelapasawitan.
“Harusnya hadir, jangan menghindar. Ini sikap yang tidak gentle, dan semakin meyakinkan kecurigaan, bahwa tuduhan mereka (LSM) tidak punya dasar,” kata Firman. jss