Politik

Waka GAPKI Riau : Sawit Itu Penyelamat Lingkungan, Bukan Perusak

Masih ada saja yang mendiskreditkan perkebunan kelapa sawit. Cara mereka melakukan kampanye hitam itu kadang ada yang masuk akal, tetapi terbanyak justru irasional. Menurut Soeharto, Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Waka GAPKI) Cabang Riau, itu selain karena persaingan dagang di tingkat global, juga ada banyak yang lupa akan sejarah. Sejarah pendirian perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau. Kebun-kebun sawit yang ada sekarang adalah program pemerintah di tahun 80-an untuk menyelamatkan kawasan yang sudah rusak. Di Provinsi Riau itu, pasca minyak bumi dan era kayu, lingkungan Provinsi Riau yang dulu masih masuk Provinsi Kepri (Kepulauan Riau yang beribukota di Batam) mengalami kerusakan parah. Utamanya akibat illegal logging. Pemerintah pusat untuk membenahi kerusakan lingkungan itu kemudian menggulirkan proyek sawit. Untuk program ini ditempatkan transmigran dari Jawa untuk mengolah lahan yang rusak. Ini sebagai solusi untuk mengatasi kerusakan hutan itu. “Saat itu tidak ada yang menyoal transmigran itu kerja keras, kelaparan, dan tewas dimakan binatang buas. Tapi setelah lahan yang diolah menghasilkan, jusru mereka dianggap sebagai perusak lingkungan. Juga kebun-kebunnya,” katanya pada Sawitplus.com. Untuk itu, menurut Soeharto, pihak-pihak yang menyudutkan pekebun sawit, dan kebun sawit itu adalah pihak yang tidak tahu akan sejarah. Mereka hanya melihat dari sisi negatifnya tanpa mau tahu bagaimana asal mula semuanya itu terjadi. “Jadi menurrut saya, yang menyudutkan itu saya lihat sebagai pihak yang tidak melihat dan tahu sejarah,” tambah Soeharto. Tentang investasi dan sustainaibility, menurut Soeharto, semua pihak setuju. Dan untuk sustainability itu merupakan kewajiban. Semua pihak berkewajiban untuk berpikir dan berbuat agar semuanya berkelanjutan. “Tapi soal investasi, jangan aturannya mengagetkan. Sebab investasi kalau cuma satu siklus tidak akan ada yang mau. Dalam investasi itu dikenal istilah 35,25, 35 tahunan. Kalau aturan yang diterbitkan pemerintah itu hanya satu siklus, apalagi siklus belum selasai sudah ada aturan baru yang meralat aturan yang sudah disepakati, maka tidak akan ada investor yang mau,” katanya. Namun menurut Soeharto, pemerintah masih konsen soal semuanya. Tiap pemerintahan dengan presidennya yang berganti-ganti memang mencirikan yang diinginkan untuk rakyatnya. Untuk itu dia masih sangat optimis tentang hari depan negeri ini, termasuk masa depan perkebunan sawit. “Ini negeri gemah ripa loh jinawi kok kebingungan. Jika di era Pak Harto (Orde Baru) mengejar pertumbuhan, di era Presiden Jokowi ini yang dikejar adalah pemerataan, pro rakyat,” katanya. jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar