Industri

Pemangkasan Bea Impor CPO Asal Indonesia Terancam Gagal

Kelapa sawit. (Int)

PUNE - Peluang bagi Pemerintah India untuk memangkas bea impor produk olahan crude palm oil (CPO) yang berasal dari Indonesia kini tengah terancam gagal.

Pasalnya, industri pengolahan minyak nabati India yang bernaung dalam Solvent Extractors' Association (SEA) menunjukkan penolakan atas rencana tersebut.

Hal ini disampaikan dalam surat yang dilayangkan SEA ke Menteri Perdagangan India.

Dalam suratnya itu, Atul Chaturvedi, Presiden SEA menyitir pemberitaan media online yang mengutip pernyataan Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita.

Enggar menyebut Pemerintah India akan memangkas bea impor produk refined, bleached, and deodorized (RBD) palmolein menjadi 45 persen untuk menciptakan level permainan yang setara dengan Malaysia.

Dalam laporan tersebut, kutip Atul Chaturvedi, pemerintah India merespons positif permintaan Indonesia.

Nah, Atul Chaturvedi mengatakan bahwa informasi tersebut telah memunculkan kebingungan di antara pelaku perdagangan dan industri minyak nabati India.

"Faktanya, ketika pengenaan tambahan safeguard 5 persen untuk RBD palmolein dan CPO yang berasal dari Malaysia diberlakukan, bea masuk RBD palmolein dan CPO adalah 50 persen, terlepas dari asal negaranya dan telah menciptakan lapangan permainan yang setara untuk semua negara pengekspor," kata Atul Chaturvedi. 

Singkat cerita, jika akhirnya India memangkas bea impor CPO asal Indonesia, ini sama artinya perlakuan terhadap negara-negara eksportir CPO kembali tidak setara. Sebab, bea impor CPO asal Indonesia menjadi lebih murah ketimbang Malaysia.

Impor CPO dan produk turunannya yang berasal dari Malaysia memang terancam seiring investigasi safeguard yang digelar Kementerian Perdagangan India. Investigasi dilakukan menyusul permintaan yang diajukan SEA setelah impor CPO dan produk turunannya yang berasal dari Malaysia melonjak signifikan.

Dalam rilis temuan awal, Kementerian Perdagangan India menemukan bukti bahwa lonjakan impor dari Malaysia telah merugikan industri lokal mereka. Dus, India akan menerapkan tarif tambahan berupa safeguard 5% dan berlaku selama enam bulan. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar