Ekonomi

Kisruh Sawit RI-UE Bisa Pengaruhi Negosiasi IEU-CEPA

Kelapa sawit. (Int)

JAKARTA - Meningkatnya tensi hubungan antara Uni Eropa (UE) dan Indonesia akibat isu CPO, dikhawatirkan mempengaruhi proses penyelesaian pakta kerja sama Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

Kuasa Usaha Ad Interim Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Charles-Michel Geurts mengatakan, selama ini isu perdagangan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya, tidak menjadi pembahasan utama dalam negosiasi IEU-CEPA.

Namun menurutnya, dengan adanya kebijakan Indonesia melakukan sejumlah langkah restriksi dagang atas produk UE, justru dikhawatirkannya membuat penyelesaian IEU-CEPA menjadi terhambat. Dalam hal ini dia mencontohkan rencana Indonesia menghentikan atau mengalihkan impor produk susu dari UE sebagai upaya restriksi dagang.

“Kita tidak ingin adanya terjadinya perang dagang dengan RI seperti yang diisukan selama ini. Sebab hal itu akan merugikan bagi Indonesia maupun Uni Eropa dan justru akan membuat potensi penguatan hubungan kedua kawasan melemah, termasuk dalam penyelesaian IEU-CEPA,” katanya.

Menurut penelitian yang dilakukan Uni Eropa, dengan berlakunya IEU-CEPA maka akan mendorong pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia hingga 0,5 persen setahun setelah pakta tersebut diberlakukan. Selain itu volume ekspor Indonesia diperkirakan tumbuh 5,4 persen per tahunnya atau meningkat hingga US$1,1 miliar.

Dia menambahkan, fakta tersebut sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia agar dapat mencapai 7 persen-8 persen. Di sisi lain, menurutnya, IEU-CEPA juga penting untuk menjaga daya saing Indonesia di Asean.

Pasalnya, menurutnya, negara Asean lain seperti Vietnam, Malaysia dan Filipina telah mencapai tahap akhir penyelesaian perundingan dagang dengan UE. Sementara itu, dengan Indonesia perundingan belum mencapai tahap akhir, di mana pada Juni 2019 lalu masih dilangsugkan perundingan putaran ke-delapan.

Geurts mengklaim, UE tidak melakukan hambatan dagang dan kampanye hitam terhadap seluruh produk CPO asal RI seperti yang dituduhkan selama ini. Dia mengatakan, tren penggunaan label bebas kandungan minyak kelapa sawit terhadap produk makanan, murni terjadi akibat mekanisme pasar.

“Kami pemerintah UE, tidak pernah menginstruksikan untuk menjauhi produk mengandung kelapa sawit. Langkah itu murni dilakukan oleh pelaku pasar dan kesadaran konsumen untuk mengonsumsi produk yang sehat, yang menurut mereka dilakukan dengan menghindari produk mengandung minyak kelapa sawit,” jelasnya.

Untuk itu, dia menyarankan kepada pelaku usaha CPO di Indonesia untuk melakukan pendekatan ke pasar UE. Dia meminta pelaku usaha melakukan penjelasan dan promosi, bahwa minyak kelapa sawit tidak  memiliki kandungan zat yang jahat seperti yang dinilai masyarakat UE selama ini. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar