Ekonomi

Ekspor Karet Tahun Ini Beresiko Anjlok 20 Persen

Ilustrasi perkebunan karet. (Int)

JAKARTA - Ekspor karet sepanjang 2019 diprediksi menurun sebesar 17 persen hingga 20 persen dari realisasi 2018 yang mencapai 3,09 juta ton.

Ketua Umum Dewan Karet Indonesia, Azis Pane mengatakan bahwa penurunan ini disebabkan karena adanya penyakit gugur daun yang menyerang tanaman karet yang mengakibatkan penurunan produksi karet.

Dalam hal ini, penurunan produksi karet diperkirakan mencapai 15% dari realisasi produksi karet pada 2018 yang mencapai 3,77 juta ton.

Selain karena penyakit gugur daun, perang dagang antara China dan Amerika Serikat juga menjadi pemicu penurunan ekspor karet  Indonesia.

“Buruh pabrik kumpul sama saya, mereka tanya ‘pak gimana ini masa depan ban, karena bahan bakunya sudah rontok daunnya dan bahan baku karet sudah gak ada’, saya gak bisa jawab. Karena gini, sebetulnya dengan rontoknya [produksi] karet dikurangi ekspor, maka harga karet itu kan harusnya jadi naik, tetapi malah turun. Kenapa? Karena kita gak bisa berbuat apa-apa akibat perang dagang China –AS. Jadi dampaknya itu baru kerasa sekarang,” jelasnya, Rabu (21/8/2019).

Oleh karena itu, Azis mengatakan untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu ada perbaikan di industri hilir karet. Sehingga, serapan karet dalam negeri pun bisa meningkat.

“Satu satunya jalan adalah memperbaiki industri hilir untuk dikembangkan di Indonesia sehingga kita gak bergantung pada ekspor. Kita ekspor barang jadi," sebutnya.

Dewan Direksi Konsorium Karet Internasional atau The International Rubber Consorium (IRCo) kembali menggelar pertemuan di Bangkok, Thailand. Pertemuan tersebut membahas kelanjutan implementasi kesepakatan skema tonase ekspor (Agreed Export Tonnage Scheme/AETS) dalam mengantisipasi pergerakan harga karet internasional.

AETS merupakan kesepakatan di antara tiga negara komite karet tripartite internasional yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand untuk mengurangi volume ekspor karet alam sebanyak 240.000 MT. Implementasi AETS untuk Indonesia dan Malaysia berlangsung pada periode 1 April—31 Juli 2019, sementara Thailand pada 20 Mei—19 September 2019. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar