Tangkal Bea Masuk Biodiesel ke UE

Indonesia Siap Buktikan Tak Ada Subsidi

Kelapa sawit. (Int)

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyakini Indonesia bisa menangkal rencana pengenaan bea masuk antisubsidi terhadap produk biodiesel oleh Uni Eropa (UE).

Darmin menyatakan pihaknya memiliki bukti kuat untuk menepis penilaian Uni Eropa yang menuding Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) itu.

"Kita dari dulu sudah ada bukti [insentif biodiesel bukan subsidi]. Hanya saja mereka belum berhenti [mengeluarkan kebijakan diskriminatif pada produk sawit]. Sebentar-sebentar menuntut ke asosiasi, lalu konsumen, macam-macam," katanya di Jakarta, Rabu (31/7/2019).

Polemik terkait pengenaan bea masuk terhadap biodiesel bukan kali ini saja dialami Indonesia. Uni Eropa tercatat pernah menerapkan bea masuk antisubsidi pada biodiesel asal Indonesia dan Argentina pada 2013. 

Indonesia lantas membawa kasus tersebut ke Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan memenangi gugatan pada 2018.

Darmin menjelaskan bahwa tudingan yang diarahkan Uni Eropa terhadap insentif biodiesel tidak berdasar. Pasalnya, dana insentif yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) tersebut bukanlah berasal dari pemerintah, melainkan dari pungutan ekspor yang dikenakan pada komoditas tersebut.

"Dana insentif itu padahal kita pungut dari komoditasnya, kemudian kita salurkan lagi ke sawit. Ini kita sedang komunikasi lagi dengan mereka bahwa yang mereka tuntut itu tidak benar dan buktinya ini," lanjut Darmin.

Kebijakan pengenaan bea masuk antisubsidi sebesar 8 persen hingga 18 persen oleh Uni Eropa akan berlaku secara provisional atau sementara per 6 September 2019 dan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun. Bea masuk tersebut diberlakukan masing-masing untuk biodiesel produksi Ciliandra Perkasa sebesar 8 persen, Wilmar Group 15,7 persen, Musim Mas Group 16,3 persen, dan Permata Group sebesar 18 persen. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar