Ekonomi

Bea Masuk Biodiesel 8 Persen, Pengusaha Tak Bisa Ekspor

JAKARTA - Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian telah menggelar rapat koordinasi (rakor) terkait bea masuk untuk produk biodiesel Indonesia ke pasar Uni Eropa (EU) di Kemenko Perekonomian Jakarta.

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, apabila dokumen dari Uni Eropa (UE) terkait bea masuk biodiesel Indonesia sudah diterima. Maka pemerintah Indonesia harus mengkaji hal tersebut.

"Seperti halnya, kok bisa sekian persen sih biaya masuknya. Dari situ kita memberikan informasi lagi ke Uni Eropa," ujar dia di Gedung Kemenko Perekenomian Jakarta, Senin (29/7/2019).

Dia menuturkan bahwa Uni Eropa memberikan waktu kepada pemerintah Indonesia itu pada September 2019. Apabila pemerintah Indonesia tidak memberikan komplain atau jawaban yang tidak sesuai atas kenaikan bea masuk itu. Maka Uni Eropa akan menetapkan bea masuk permanen pada tahun depan.

"September itu kan baru mau diterapkan provision itu, di mana provision itu kan sementara. Jadi mereka menerapkan, tapi ternyata kalau tidak terbukti akan dikembalikan pajaknya," tutur dia. 

Dia menegaskan, apabila ada penetapan biaya masuk biodisel 8-18 persen oleh Uni Eropa itu sangat berdampak pada ekspor. "Ya, tak bisa ekspor lah, susah 8 persen," ungkap dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memprediksi sengketa soal bea masuk untuk produk biodiesel Indonesia ke pasar Uni Eropa (EU) bakal berujung pada penyelesaian sengketa di Worl Trade Organization (WTO).

"Jadi, apabila mereka sudah mulaikan tidak bisa dibiarkan gitu aja, pasti ujungnya ya ke WTO. Di mana nantinya kami akan mendengar apa yang mereka tuduhkan, kami jawab, diskusi dan berunding," ujar dia. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar