Industri

Kementerian BUMN Optimistis Gula Produksi PTPN Bisa Bersaing

Ilustrasi pabrik produksi gula. (Republika.co.id)

JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) optimistis pabrik-pabrik yang beroperasi perseroan mampu memproduksi gula berkualitas dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 

"Pabrik Gula BUMN bisa dan mampu melakukan pengolahan gula mentah (raw sugar) menjadi gula kristal putih, beberapa pabrik gula yang kapasitas gilingnya masih idle bisa dipakai untuk menggiling raw sugar. Sudah dilakukan perhitungan oleh lembaga yg independen tentang kemampuan pabrik-pabrik tersebut," ujar Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro di Jakarta, Jumat (26/7/2019). 

Wahyu mengatakan, kemampuan produksi pabrik-pabrik menjadi perhatian utama karena berkaca dari tahun lalu, harga gula petani sangatlah rendah. Menurut dia, harga lelang terbentuk jauh dibawah HPP yang diusulkan atau diharapkan petani.

Wahyu menjelaskan, kala itu pemerintah mengambil kebijakan bahwa semua gula petani dibeli oleh Bulog dengang harga yg disepakati sebesar Rp9.700 net. Kemudian, karena petani harus menerima harga tersebut dengan nominal bersih, maka Bulog harus membeli Rp10.000/Kg yang sudah termasuk pajak.

Untuk itulah, agar hal serupa tak terjadi tahun ini, pemerintah menyarankan agar tahun giling 2019 menggunakan sistem beli tebu petani. Artinya, kata dia, tidak ada lagi sistem bagi hasil gula. "Ini bertujuan untuk menghilangkan dikotomi adanya gula milik petani dan gula milik pabrik," ujar dia.

Wahyu melanjutkan, hipotesa sementara mengindikasikan harga gula tani yang rendah juga terjadi karena adanya permainan dalam impor gula mentah. Kebijakan impor ini sendiri sejauh ini masih di luar domain Kementerian BUMN. Menurut Wahyu, diduga jumlah raw sugar impor untuk dunia industri melebihi kebutuhan yang sesungguhnya.

"Sehingga gula untuk industri tersebut merembes ke pasar gula konsumsi, ketika menjadi gula rumah tangga, harganya pun sulit disaingi oleh gula dengan bahan baku dari petani," ujar dia.

Wahyu menjelaskan, untuk menghindari hal serupa terjadi, BUMN juga sebenarnya bisa saja terlibat dalam melakukan impor gula mentah. Dia mengatakan, jika ijin impor diberikan maka BUMN baru boleh bergerak.

"Kami tidak bisa impor kalau tidak dapat ijin kuota impor. Adapun ijin ini direkomendasikan oleh Kementerian Perdagangan, lalu putusan impornya ada di Kemenko Perekonomian. Jika mereka ijinkan impor, maka boleh impor," ujar dia. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar