Ekonomi

Ekonomi Global Hadapi Resiko Serius

Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde. (int)

KUALA LUMPUR - Dana Moneter Internasional (IMF) melihat adanya resiko penurunan yang serius pada perekonomian global. Ini merupakan dampak perang dagang, akumulasi utang dan kondisi pasar finansial yang tak menentu.

Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde mengatakan, peningkatan tarif yang diberlakukan AS dan China dapat menurunkan produk domestik bruto (PDB) global sebesar 0,5 persen atau sekira 455 miliar dollar AS pada tahun 2020. 

Lagarde menyatakan, kondisi tersebut dapat secara signifikan mengikis aktivitas ekonomi global. Meskipun perekonomian global menunjukkan tanda-tanda stabilisasi, namun resiko tetap ada.

Ke depan, imbuh dia, para pembuat kebijakan harus menyediakan semua instrumen kebijakan guna mempertahankan pertumbuhan. 

"Aksi bersama sangat diperlukan, khususnya dalam perdagangan, perpajakan korporasi, reformasi regulasi finansial, perubahan iklim, dan pergeseran demografi," sebut Lagarde di Kuala Lumpur, Malaysia. 

Terkait peningkatan utang, Lagarde mengungkapkan bahwa beban utang menjadi permasalahan yang menyeruak secara global. Utang global, baik utang pemerintah maupun swasta, mencapai rekor tertinggi yakni sekira 184 triliun dollar AS atau setara 225 persen dari PDB pada tahun 2017. 

Menurut Lagarde, utang sektor swasta naik tiga kali lipat sejak tahun 1950. Kondisi ini yang mendorong peningkatan utang global. Meski demikian, imbuhnya, berlanjutnya kebijakan moneter yang akomodatif mendorong akumulasi utang di negara-negara maju. 

Sementara itu, negara-negara berkembang tetap rentan terhadap perubahan kondisi finansial yang terjadi secara tiba-tiba. Lagarde menyebut, ada sejumlah langkah yang perlu dilakukan. Pertama, kebijakan moneter harus berdasarkan data, sementara di banyak negara, kebijakan moneter harus tetap akomodatif lantaran inflasi yang masih rendah. Kedua, kebijakan moneter harus menyeimbangkan antara melindungi perbaikan ekonomi, keberlangsungan utang, dan tujuan sosial. 

"Dan ketiga, reformasi struktural harus meletakkan dasar untuk pertumuhan yang lebih kuat dan inklusif," tutur Lagarde. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar