Ekonomi

Harga Kedelai Meningkat, Harga CPO Ikutan Melesat

JAKARTA- Minyak kedelai merupakan salah satu produk substitusi minyak sawit. Keduanya saling bersaing untuk mendapatkan bagian di pasar minyak nabati global. Alhasil pergerakan harga minyak kedelai dan minyak sawit akan saling mempengaruhi.

Faktor inilah yang membuat minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) pada perdagangan hari ini meningkat. Harga minyak kedelai kontrak pengiriman Juli di bursa Chicago Board of Trade (CBOT) naik hingga 0,89% hari ini.

Pada perdagangan Selasa (28/5/2019) pukul 10:15 WIB, harga CPO kontrak pengiriman Agustus menguat hingga 0,44% ke level MYR 2.034/ton. Penguatan harga juga terjadi setelah ditutup naik 0,6% sehari sebelumnya.

Berdasarkan pantauan dua surveyor kargo (Intertek Testing Services dan Amspec Agri Malaysia), seperti dikutip dari CNBC, ekspor minyak sawit Negeri Jiran periode 1-25 Mei 2019 naik pada kisaran 8,3%-15,6% dibanding periode yang sama bulan sebelumnya.

Hal ini tentu membuat pelaku pasar sumringah karena potensi penurunan inventori di bulan Mei semakin besar.

Sebagai informasi, pada bulan April, stok minyak sawit di Malaysia sudah berkurang hingga 6,8% menjadi tinggal 2,7 juta ton dibanding bulan sebelumnya. Akan tetapi masih lebih tinggi 28% dibanding posisi April 2018.

Bila stok bisa semakin dikurangi, maka keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) bisa diperbaiki dan mengangkat harga CPO.

Akan tetapi sejatinya harga CPO masih berada dalam tekanan yang cukup kuat.

Berdasarkan data resmi dari Komisi Eropa, impor minyak sawit Uni Eropa sepanjang periode Juli 2018-Mei 2019 hanya sebesar 5,7 juta ton, atau turun 1% dibanding periode yang sama setahun sebelumnya.

Sementara tu impor biji kedelai malah meningkat 9% YoY menjadi 13,4 juta ton pada periode yang sama. Ini menjadi satu indikasi bahwa importir di Uni Eropa sudah mulai mengalihkan kebutuhan minyak sawit menjadi kedelai.

Hal itu diduga terkait dengan keputusan Uni Eropa untuk membatasi penggunaan minyak sawit untuk campuran biosolar. 

Pada 22 Mei silam, Uni Eropa telah menerbitkan peraturan baru yang akan secara bertahap mengurangi penggunaan minyak sawit untuk biosolar mulai 2021 hingga habis sama sekali pada tahun 2030.

Memang, saat ini penggunaan minyak sawit masih diperbolehkan. Namun dengan adanya peraturan tersebut, importir akan cenderung bersikap konservatif dengan mulai mencari alternatif lain, seperti kedelai.

Apalagi Uni Eropa merupakan pasar minyak sawit terbesar kedua di dunia. Hanya kalah dari India. Tentu saja penurunan permintaan dari Uni Eropa akan berdampak cukup signifikan terhadap keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) di pasar.(rdh)
 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar