Ekonomi

Fitch Nilai Profil Kredit Produsen CPO Berisiko

JAKARTA-Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menilai profil kredit dari beberapa perusahaan produsen minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Asia masih berisiko karena terbatasnya ruang perbaikan peringkat karena kinerja yang lemah pada 2018. 

Beberapa perusahaan CPO yang diperingkat Fitch membukukan penurunan EBITDA dan mengalami kenaikan tingkat utang (leverage) pada 2018, yang disebabkan rendahnya rerata harga jual CPO meskipun produksinya naik. 

"Kami memprediksi tingkat utang (leverage) akan moderat pada 2019 karena kami berekspektasi naiknya harga CPO karena membaiknya keseimbangan suplai dan permintaan, meskipun rasionya masih tetap di atas ambang batas penurunan peringkat beberapa perusahaan," ujar Akash Gupta, Direktur Fitch Ratings Singapore Pte Ltd, dalam riset pemeringkatan tersebut.

Beberapa produsen CPO, terutama asal Indonesia, membukukan pertumbuhan yield tandan buah segar (fresh fruit bunch/FFB) yang sehat yaitu 10%-15% pada 2018, didorong oleh umur tanaman yang sudah matang dan kondisi iklim yang baik. 

Meskipun demikian, tingkat pertumbuhan tersebut melambat dari 2017 untuk sebagian besar perusahaan karena faktor positif tambahan dari iklim yang baik memudar. 

Perbaikan tingkat yield FFB yang lambat tahun lalu konsisten dengan data dari US Department of Agriculture, yang menunjukkan pertumbuhan produksi CPO global melambat sekitar 1 juta ton pada 12 bulan terakhir sejak Oktober 2018. 

Meskipun demikian, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS; berperingkat B+/Stabil), membukukan yield tertinggi pada 2018 di mana pertumbuhannya melonjak 20% menjadi 25 ton per hektare dari pohon yang sudah dewasa. 

Perusahaan CPO yang diperingkat Fitch Ratings membukukan penurunan EBITDA agregat sekitar 20% yoy. 

PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA; berperingkat B+/Stabil) adalah pengecualian dengan pertumbuhan EBITDA yang lemah akibat turunnya harga CPO telah tertutup oleh kenaikan volume penjualan beragam produk minyak sawit. 

EBITDA operasional untuk produsen CPO terintegrasi seperti sayap bisnis CPO Grup Sinar Mas yaitu Golden Agri Resources Ltd (GAR) juga didera oleh penurunan margin untuk produk hilir di Indonesia akibat perubahan struktur pajak. 

Naiknya beban kas unit juga berkontribusi pada penurunan laba beberapa perusahaan. 

Beban kas per ton CPO yang diproduksi SSMS melonjak 13% yoy pada 2018, terutama didorong oleh naiknya beban buruh dan tenaga kerja.

Perubahan belanja modal (capex) beragam di setiap perusahaan meskipun secara agregat pada 2018 naik sekitar 15% dibanding 2017, yang sejalan dengan bisnis perkebunan yang intensif modal, dengan perusahaan yang berinvestasi secara berkelanjutan melalui penanaman atau penanaman ulang (replanting). 

Penurunan EBITDA membuat terjadinya kenaikan utang secara sementara pada mayoritas perusahaan CPO yang diperingkat Fitch. 

Meskipun demikian, kenaikan tersebut masih moderat sampai batas tertentu untuk Sime Darby Plantation Berhad (berperingkat BBB+/Stabil) karena perusahaan membuang aset non-inti untuk memperbaiki struktur permodalan dan diyakini hal tersebut akan berlanjut. 

Leverage GAR dan SSMS masih berada di atas batas sensitivitas untuk menurunkan peringkat, sehingga mencerminkan ruang terbatas untuk perbaikan peringkat utang. 

Batas sensitivitas GAR mengacu pada anak usahanya yaitu PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMAR), PT Ivo Mas Tunggal, dan PT Sawit Mas Sejahtera - karena peringkat AA-(idn)/Stabil ketiganya didasari profil konsolidasi induk usahanya.(rdh/cnbc) 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar