JAKARTA-Staf Khusus Kementerian Luar Negeri RI Peter F. Gontha mengatakan, Indonesia sangat menentang “Delegated Act”, yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai produk yang tidak memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan karena ILUC yang 'berisiko tinggi'.
Menurut Peter F Gontha, CPOPC berpendapat bahwa UE menggunakan Undang-undang “Delegated Act” ini untuk memberlakukan larangan impor minyak kelapa sawit ke dalam sektor energi terbarukan yang diamanatkan UE untuk mempromosikan minyak nabati yang ditanam sendiri di kawasan Uni Eropa.
CPOPC dengan tegas menyuarakan keprihatinan, karena asumsi-asumsi yang didasarkan pada kriteria yang tidak akurat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta “contradictionary” bertolak belakang dengan fakta.
Argumentasi Komisi Uni Eropa bahwa Undang-undang yang diresolusikan didasarkan pada alasan ilmiah dan lingkungan dinilai sangat irasional.
Manuver politik Komisi Uni Eropa secara sepihak ini bukan hanya merugikan negara produsen minyak kelapa sawit tetapi juga merugikan korporasi pengguna minyak kelapa sawit di Uni Eropa yang telah melakukan investasi yang sangat besar terutamanya dalam melakukan pengembangan “bio fuel” untuk menggantikan bahan bakar berbasi fosil.
"CPOPC akan menyampaikan kekhawatiran Pemerintah kepada para pemimpin dan otoritas Uni Eropa dengan harapan dapat membuka jalan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak yang terkait termasuk pihak stakeholders sebagai pengguna minyak kelapa sawit dari Uni Eropa," kata Peter F Gontha. tps