Lingkungan

Petani Mengeluhkan Sikap BPDKS Tak Kunjung Cairkan Dana

JAKARTA-Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) adalah lembaga unit organisasi non-eselon di bidang pengelolaan. Institusi ini bertanggung-jawab kepada Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator Perekonomian sebagai ketua komite pengarah. Itu tertuang dalam Perpres No 61 Tahun 2015.

Diakui, BPDP KS sudah banyak menghasilkan karya. Namun perbaikan demi perbaikan harus menjadi fokus ke depan. Seperti sistem administrasi dan pembayaran BPDP KS.

Selama ini, proses administrasi BPDP-KS sangat birokratis dan membebani petani. Padahal Presiden Jokowi selalu mengingatkan semua birokrasi supaya disederhanakan dan tidak berbelit-belit, apalagi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

“Tapi petani sawit harus memodali dulu biaya kegiatan sebelum dana bantuan dari BPDP cair. Akibat itu banyak petani yang harus membiayai seluruh operasional kegiatannya. Ini kan lucu. Masak pasien yang terbaring sakit harus tusuk jarum infus sendiri,” kata Amin Nugroho, Ketua Harian DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonsia (Apkasindo), saat acara Pertemuan Nasional Petani Kelapa Sawit Indonesia, Februari 2019.

Menurut Amin Nugroho, BPDP-KS membayarkan dana kegiatan petani sawit biasanya dua atau tiga bulan setelah acara selesai. Bahkan untuk fasilitas kegiatan petani kelapa sawit menghadiri seminar pernah dibayarkan sampai sembilan bulan.

Itulah yang membenani petani sawit. Mereka harus membayar atau menalangi seluruh kegiatan di awal, dan terpaksa petani sawit patungan dan pinjam sana-sini.

“Ini bukan rahasia lagi. Semua kegiatan petani sawit yang sudah disetujui didanai BPDP KS seperti itu,” katanya..

“Kami ingin BPDP KS memperbaiki sistemnya. Birokasinya diperpendek, tidak saling lempar antar divisi), harus dibayarkan sejak disetujui didanai BPDP KS,” jelasnya.

Menurutnya, karena persoalan itu, maka tidak jarang petani Apkasindo urung melakukan kegiatan, seperti peningkatan SDM. Petani sawit trauma, mengingat pembayarannya lama sekali setelah kegiatan selesai.

Menanggapi ini, melalui sambungan telepon, Ir. Gulat Manurung, MP, Ketua Umum DPP Apkasindo, mengatakan, proses administrasi di dalam sistem BPDP-KS memang harus diperjelas.

Seharusnya ada kepastian Standar of Procedure (SOP) pembayaran, sehingga petani mengetahui jadwal pembayaran. “Kalaupun tidak bisa sebelum kegiatan, ya paling tidak 1 minggu setelah kegiatan. Kita memaklumi proses SPJ dari BPDP KS. Untuk itu jika ada kegiatan di tingkat petani yang dibiayai BPDP KS, format SOP administrasi SPJ harus sudah sejak awal disiapkan BPDP KS, sehingga tidak bolak-balik urusannya. Namanya pun petani, kalau rumit-rumit cenderung mumet duluan, “ kata Gulat.

“Terus ketika kita menagih pembayaran, orang BPDP banyak alasan. Seperti katanya lagi nunggu divisi umum, belum ada persetujuan, masih mandeg di divisi kemitraan. Padahal jauh sebelumnya sudah disetujui untuk dilaksanakan dan dibiayai. Seharusnya BPDP ini dapat melayani dengan baik pelaku usahatani sawit termasuk di dalamnya petani, karena dana di BPDP KS itu 42% uangnya petani juga,” tambah Gulat.

Keterlambatan ini tidak hanya terjadi untuk kegiatan seperti seminar dan workshop. Malahan juga terjadi di beberapa program strategis seperti Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

“Di Kabupaten Rokan Hilir, program PSR Tahap II yang sudah di-launching oleh DR.Muldoko, S.Ip (KSP) tanggal 24 Februari 2019 sampai sekarang belum juga ditransfer dananya ke rekening petani. Dengan berbagai alasan dan kendala, petani sudah menjerit karena dana untuk membiayai PSR itu tak kunjung ada kabar. Sementara sawitnya sudah ditumbang. Ini sangat mengganggu target PSR yang sudah digariskan oleh Presiden Jokowi,” tambahnya.

Seperti juga lubang tanam sudah dibuat tapi bibit tidak ada. Setelah ditelusuri oleh Departeman Kemitraan Apkasindo Riau, ternyata produsen bibit sawit menunggu pembayaran dari koperasi sesuai Kontrak Kerja.

“Koperasi belum bisa membayar ke produsen bibit sawit karena BPDP KS belum juga mentransfer ke rekening anggota koperasi. Kalau sudah dibayar, barulah bibit dikirim ke lokasi PSR,” ujar Gulat.

Menurut Gulat, lobang tanam yang sudah terlanjur digali tadi jika turun hujan akan tertutup tanah galian kembali. Ini akan menambah persoalan baru, karena biaya menggali lobang tanam hanya satu kali dianggarkan.

Kata Gulat, seharusnya ada mekanisme persetujuan dan penolakan yang dijalankan BPDP-KS, apabila ada kegiatan atau program yang diusulkan stakeholder sawit. Sebab selama ini, persetujuan kegiatan menunggu kabar BPDP KS minimal 1-1,5 bulan. Kalaupun tidak disetujui, BPDP-KS harusnya memberikan surat balasan,  bukan didiamkan saja.

Sedang Amin Nugroho menghimbau, agar proses pembiayaan program PSR dipermudah dan tidak birokratis. Semisal, persetujuan tidak perlu lagi menunggu Dirjen Perkebunan. Kewenangannya dapat dilimpahkan kepada dinas perkebunan. Dengan begitu, pembayaran dari BPDP KS cepat dibayarkan.

“Dirjen cukup tembusan tapi persetujuan langsung dari Dinas Perkebunan. Maksud saya, agar peranan dinas dapat dimaksimalkan,” ujarnya.

Kata Amin Nugroho, banyak program strategis dari BPDP KS yang sangat menyentuh petani sawit. Tapi BPDP KS masih berkutat dengan administrasi. Misalnya program sarana prasarana, belum pernah berjalan semenjak BPDP berdiri.

Walaupun sudah banyak koperasi dan kelompok tani yang antri mengusulkan program ini, tetapi BPDP-KS tak kunjung merespon.

Yang paling disayangkan lagi, program peningkatan SDM petani kelapa sawit dihentikan pada 2 tahun terakhir. Akibatnya, kompetensi petani menjadi tidak berkembang karena minimnya pengetahuan teknis budidaya perkelapasawitan, khususnya pemahaman akan regulasi di bidang perkelapasawitan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Petani jadi selalu ketinggalan informasi.

“Seharusnya BPDP lebih memperhatikan kebutuhan petani sawit lewat peningkatan produktivitas, SDM dan kesejahteraan. Selama ini, banyak anggapan BPDP cenderung mengutamakan pengusaha. Dan lebih utama untuk pergi ke acara luar negeri. Padahal, Perpres 61 tahun 2015 mengamanahkan untuk membantu petani. Kami berharap permasalahan serius ini dapat diperbaiki segera. Intinya, BPDP KS itu dibentuk oleh amanah UU untuk melayani pelaku usahatani kelapa sawit, termasuk petani sawit yang jumlahnya mencapai 42%,” ungkap Amin. r/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar