JAKARTA-Sekretaris Jnderal Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Bambang Aria Wisena mendukung kebijakan pungutan ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) nol persen.
"Ini sudah kebijakan yang terbaik untuk kondisi saat ini. Yang penting juga menjaga harga TBS (Tandan Buah Segar) sawit tidak semakin anjlok. Ya agar petani tidak rugi," papar Bambang di Jakarta, Selasa, 12 Maret 2019.
menurut Bambnag, turunnya penghasilan petani sawit disebabkan dua hal. Yakni, rendahnya harga serta rendahnya yield sawit per hektar. "Rendahnya harga bisa disebabkan turunnya harga CPO dan keterlibatan agen TBS. Kita juga ingin dorong produktivitas sawit per hektar bisa membaik. Kalau produksi per hektar tinggi, meski harga rendah, penghasilan petani masih lebih baik," kata dia.
Terkait ekspor sawit, dirinya menilai, sangat ditentukan situasi perekonomian global. "Kalau kinerja ekspor, bergantung bagaimana supply and demand. Akan terkait situasi perekonomian dunia. Kalau permintaan ekspor turun, ya konsumsi di dalam negeri ditingkatkan," ungkapnya.
Beberapa waktu lalu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) merilis adanya kenaikan ekspor minyak sawit (CPO dan produk turunannya, biodiesel dan oleochemial) pada 2018, naik 8% ketimbang 2017. Angkanya melompat dari 32,18 juta ton menjadi 34,71 juta ton.
Ternyata betul kata Bambang, masalah yang krusial adalah harga TBS di level petani. Pada akhir 2018, harga TBS di sejumlah daerah, masuk level terendah. Alhasil, banyak petani enggan memanen sawitnya. Lantaran harga jual dan biaya produksi tidak menjanjikan untung.
Mulai awal tahun ini, ada kabar baik lantaran harga beregrak naik. Di Bengkulu, misalnya, harga TBS merangkak dari Rp400 menjadi Rp1.100 per kilogram. Mudah-mudahan akan terus membaik.(tps)