Regulasi

PTPN Garap 400 Ribu Lahan Terlantar, Sofyan Djalil: Saya tak Tahu Itu

perkebunan kelapa sawit

JAKARTA-Pernyataan Direktur Utama PTPN III Dolly P Pulungan yang mengatakan PTPN akan mengarap sekitar 400 ribu lahan terlantar yang rencananya akan digunakan untuk perluasan areal perkebunan sawit. Dikatakan Dolly, dirinya bahkan telah memanggil Komisi IV tentang pengelolaan 400 ribu lahan terlantar ini.

"Komisi IV sudah panggil kita, bahwa ada tanah terlantar yang akan diserahkan kepada PTPN. Menurut komisi IV ada lahan 400.000 hektare terlantar," katanya, beberapa waktu lalu.

Akan tetapi, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Menteri Sofyan Djalil mengaku belum mengetahui tentang 400 ribu hektar lahan terlantar yang mau dikelola PTPN ini.  

 "Saya tidak tahu apa yang dimaksudkan Pak Dolly [Direktur Utama PTPN Holding]. Terima kasih," ujarnya, seperti dilaporkan bisnis.  

Sementara itu, menurut Dirut PTPN III Dolly, Komisi IV sedang mengidentifikasi lokasi lahan tersebut. Adapun panitia penangungjawab telah dibentuk oleh Komisi IV untuk segera menyelesaikan lahan terlantar tersebut. Dari sisi perseroan tentu saja Dolly menginginkan urusan lahan terlantar bisa segera selesai dengan begitu tanah bisa langsung dikerjakan.

Dolly menuturkan rencananya lahan hibah tersebut akan digunakan untuk memperluas kebun kelapa sawit milik negara. Secara khusus Dolly ingin agar produksi Crude Palm Oil PTPN meningkat untuk menopang kebutuhan bioenergi nasional.

"Tanah terlantar akan diserahkan pada PTPN karena susahnya melakukan perluasan lahan, okupasi dan lagipula banyak industri yang padat karya. Maka tanah terlantar diberikan kepada kami untuk perluasan lahan. Kami akan manfaatkan untuk kelapa sawit terutama program biodiesel baik b20 maupun b30," katanya.

Sementara itu, Kepala Bagian Biro Hukum dan Humas, Kementerian ATR/BPN, Harison Mocomdompis menambahkan akan ada proses panjang kalau pun perseroan menginginkan lahan terlantar tersebut.

"Kalaupun misalnya diarahkan untuk PTPN, itu akan masuk dalam Program strategis negara karena PTPN merupakan badan hukum. Prosesnya juga tidak dapat diberikan langsung begitu saja, ada proses seleksi," katanya.

Akan tetapi, lanjut Harisson, perlu melihat kondisi tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah terlantar tersebut. Selain itu juga harus diseimbangkan dengan kepentingan strategis nasional, rencana umum tata ruang, luas tanah tersebut, dan kesesuaian tanah dan daya dukung wilayah.

"Pada intinya untuk pendayagunaan tanah terlantar sudah diatur dalam PerKa BPN No. 5 tahun 2011 tentang Tata Cara Pendayagunaan Tanah Terlantar untuk selanjutnya ditetapkan peruntukan alokasi pendayagunaan tanah tersebut melalui SK Menteri," ungkapnya.

Harrison pun mengungkapkan lahan sejumlah 400.000 hektare itu sejatinya adalah target penyediaan tanah untuk Reforma Agraria yang berasal dari tanah terlantar dan tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang habis --yang apabila tidak diperpanjang oleh Pemegang HGU menjadi tanah negara.

"Jadi dalam rangka memenuhi target 400.000 hektare bersamaan dengan HGU habis tersebut, saat ini sedang diupayakan pencarian obyek yang diindikasikan terlantar dan dilakukan penertiban tanah terlantar," imbuhnya.

Dalam pencarian tanah terlantar tersebut, lanjutnya, tidak serta merta apabila tanah tersebut sudah kosong atau tidak dimanfaatkan dapat langsung diambil oleh negara. Tetapi dilakukan penertiban tanah terlantar melalui mekanisme yang diatur dalam PP No. 11 tahun 2010, dan PerKa BPN No. 4 tahun 2010. Jadi tidak serta merta tanah yang diindiksikan terlantar tersebut dapat diambil.

Harisson menegaskan harus melalui tata cara yang diatur dalam peraturan tersebut untuk bisa mengokupasi lahan terlantar.

"Dalam hal penetapan statusnya, tanah tersebut telah ditertibkan dan kondisi akhirnya masih tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. Maka kemudian tanah tersebut ditetapkan sebagai tanah terlantar," katanya.

Penetapan status tanah terlantar, lanjutnya, juga tidak menutup kemungkinan adanya upaya hukum dari pihak pemegang hak yang tanahnya ditetapkan sebagai tanah terlantar tersebut. Jika begitu, pihak tersebut bisa mengajukan gugatan ke PTUN, itu ke ranah peradilan.

Apbila penggugat kalah maka keputusan penetapan tanah terlantar tersebut dapat dibatalkan. Tetapi bila negara yang menang maka tanah tersebut baru dapat menjadi tanah negara yang dapat didayagunakan. Proses gugatan terhadap penetapan tanah terlantar bisa saja berlangsung lama dan panjang apalagi sampai tingkat kasasi.

Selanjutnya masih ada proses pendayagunaan yang diatur salam PerKa BPN No. 5 tahun 2011. Dalam pendayagunaan nanti dapat dialokasikan untuk Reforma Agraria yaitu masyarakat), Program Strategis Nasional yaitu badan hukum atau kerjasama masyarakat dan badan hukum, dan cadangan negara lainnya misalnya pertahanan dan keamanan, relokasi akibat area yang terkena bencana.(*/bc/rd)

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar