Ekonomi

Dalam Negeri Harus Perkuat Penyerapan Minyak Sawit

Petani tengah mengangkat TBS sebelum dikirim ke pabrik kelapa sawit.

JAKARTA-Indonesia perlu membuat strategi agar pasar sawit Indonesia tidak lagi menggantungkan diri pada ekspor. “Perlu mengubah posisi 30 persen lokal dan 70 persen ekspor menjadi 70 persen lokal dan 30 persen ekspor,” kata Wakil Ketua I DMSI Sahat Sinaga di Jakarta.

Menurut dia, strategi itu bisa dilakukan dengan melakukan substitusi BBM dengan green diesel (bukan fatty acid methyl esfm/FAME), green gasoline (bensin), dan green jet fuel dari minyak sawit," kata dia di Jakarta, kemarin.

Sahat juga menegaskan, ditengah persaingan harga green fuel, sudah saatnya Inpres No 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit (Inpres Moratorium Sawit) segera dilaksanakan. Hal itu diperlukan guna memacu produktivitas perkebunan kelapa sawit Indonesia, khususnya milik petani.

"Dengan begitu, Indonesia dapat menjalankan strategi menghadapi persaingan pasar minyak nabati global. Indonesia harus bersiap agar tidak lagi mengandalkan kinerja sektor sawit kepada pasar ekspor. Tingkatkan produktivitas kebun sawit rakyat secepatnya," jelas Sahat.

Dia mengatakan, untuk mempercepat peningkatan produktivitas kebun sawit rakyat tersebut diperlukan kehadiran negara berupa penugasan kepada BUMN perkebunan dalam hal ini PT Perkebunan Nusantara (PTPN) untuk melaksanakan perbaikan kebun rakyat (petani).

Kendala perbaikan produktivitas kebun petani selama ini adalah petani tidak bisa membiayai sendiri untuk proses peremajaan tanaman (replanting). Sebab, dari awal para petani hanya

dialokasikan lahan 2 hektare (ha) per kepala keluarga (KK). "Itu tidak cukup dan tidak ada sisa uang untuk disimpan petani sebagai persiapan untuk replanting," kata Sahat.

Seharusnya, hal tersebut sudah disikapi pemerintah dari dulu dengan sebiasa mungkin per KK memiliki kebun sawit 4 ha. Dengan demikian, petani memiliki sumber penghasilan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan tabungan saat peremajaan. 

"Itu pokok utama. Persoalan lain, selama jaya, tumbuh baik, dan hidup petani sawit maju, banyak petani-petani ikut-ikutan tanpa mengetahui teknik berbudidaya sawit. Karena ketidakmengertian tentang sawit, mereka berbondong-bondong dan latah menanam sawit. Akhirnya, membeli benih dan menanam sawit asal-asalan. Itulah keruwetan sawit rakyat ini," kata Sahat.(tps)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar