Ekonomi

LIPI: Ekspor Indonesia Perlu Terus Didorong

CPO salah satu komoditas eksport Indonesia

JAKARTA-Pemerintah Indonesia masih kesulitan meningkatkan ekspor, sejak krisis ekonomi 1998. Hal itu kemudian menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mendongkrak kembali nilai ekspor.

Langkah penguatan ekspor sejalan dengan hasil defisit neraca perdagangan. Pada November, defisit neraca perdagangan Indonesia sebesar US$ 2,05 miliar atau tertinggi sepanjang tahun ini. Pada bulan sebelumnya, defisit neraca perdagangan hanya sebesar US$ 1,82 miliar.

"Saat ini memang ruang ekspor agak sulit. Ekspor banyak mengalami gangguan setelah krisis 1997-1998 dan agak tertatih-tatih jalannya sehingga agak sulit untuk mengeskpor,"kata Peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (P2E-LIPI) Maxensius Tri Sambodo, dalam diskusi bertajuk Outlook Ekonomi 2019, di Hotel Century Park, Jakarta, Kamis, 20 Desember.

Maxensius mengatakan, selama ini basis ekspor yang dilakukan pemerintah kebanyakan dari Penanaman Modal Asing (PMA), bukan dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) secara langsung.

"Lebih banyak ekspor kita didorong oleh perusahaan-perusahaan asing. Jadi, kalau perusahaan asing lebih banyak masuk dan mereka ekspor oriented kita berikan banyak insentif. Kalau mereka mau bikin pabrik dan target sekian ekspor baru dikasih insentif," ujarnya.

Dia menegaskan, saat ini ekspor Indonesia lebih kepada resource based, sedangkan produk bernilai tambah masih agak kesulitan.

"Ekspor kita bukan yang terkoneksi dalam jejaring global. Padahal itu enak kalau satu naik kita kebawa naik. Potensi kita untuk itu sangat besar, hanya problemnya hilirisasi. Industri yang prospektif antara lain CPO. Hilirisasi CPO kita sama Malaysia jauh, padahal kebun kita banyak," jelasnya.

Pada kesempatan sama Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Agus Eko Nu-groho berharap perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok segera diredam sehingga bisa berdampak positif ke negara lain. Saat ini, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya dalam hal meningkatkan ekspor.

"Tantangannya bagaimana kita mempertahankan tingkat konsumsi, memperbesar investasi, dan meningkatkan ekspor yang berbasis pada industri pengolahan. Kita berharap perang dagang akan bisa terlampaui dan mendorong permintaan global yang semakin baik. Kita optimis pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2% sampai 5,4%," kata Agus.(tps)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar