"Apa lagi yang akan dilakukan dunia usaha menghadapi terus anjloknya harga minyak sawit mentah?" suara reporter dari sebuah media online nasional terdengar menggebu-gebu.
Memang, sudah beberapa pekan terakhir, turunnya harga CPO menjadi bahan diskusi hangat pemerintah dan dunia usaha. Begitu pula, rekan-rekan media mulai asyik menuliskan berita besar ini. Harga CPO yang sudah berada di bawah level MYR (Malaysia Ringgit) 2.000 per ton adalah angka psikologis yang berat. Bahkan pada beberapa perusahaan, level MYR 1.900an adalah titik impas (break event point) biaya mengolah TBS (tandan buah segar) menjadi satu ton minyak sawit mentah.
Menjawab pertanyaan wartawan tadi, saya katakan, "Sekarang senjatanya hanya satu Mbak, kita terus berdoa kepada Yang Maha Kuasa."
Rekan reporter tadi tertawa, sebelum saya timpali, "Jawaban saya serius lho Mbak."
Tentu saja saya tidak dalam kapasitas bisa meramalkan bagaimana tren harga minyak sawit ke depan. Apakah level harga CPO USD 420 per ton adalah bottom line atau masih akan jatuh lebih dalam. Para pakar komoditas yang akhir Oktober lalu menjadi pembicara dalam konferensi minyak sawit internasional IPOC 2018 di Bali, memilih lebih berhati-hati meramalkan tren harga. Analisis mereka tahun sebelumnya, meleset semua. Apalagi hanya seorang praktisi komunikasi sawit seperti saya, mana berani memprediksi harga.
Menganalisis jatuhnya harga minyak sawit saat ini tidak bisa hanya melihat dari satu sudut pandang. Perlu dilihat sisi supply and demand, bagaimana pergerakan harga minyak mentah dan harga minyak nabati lain di luar sawit, analisis tentang perang dagang Amerika dan Tiongkok, pertumbuhan ekonomi global dan pertumbuhan ekonomi di negara tujuan ekspor minyak sawit, serta perlu analisis kebijakan di dalam negeri yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan industri sawit.
Apapun hasil analisis tersebut, faktanya harga minyak sawit sepanjang tahun 2018 terus turun. Belum ada tanda-tanda akan segera pulih dalam waktu dekat. Sentimen akhir tahun dan Hari Raya Imlek diramalkan juga belum signifikan mengangkat harga. Jadi, masa-masa prihatin sektor perkebunan kelapa sawit, mungkin masih akan panjang dan lama. Benarkah? Wallahualam. Hanya Tuhan yang tahu.
Pemerintah dan dunia usaha memang harus segera merapatkan barisan. Perlu merumuskan kebijakan dan langkah yang luar biasa untuk kembali mengangkat harga minyak sawit. Potensi pasar di dalam negeri terus digali, pasar ekspor yang sudah ada dijaga, dan pasar ekspor baru terus dicari sampai ketemu. Daya saing industri sawit di dalam negeri juga terus ditingkatkan, tingkat produktivitas dioptimalkan, efisiensi perusahaan ditingkatkan, dan kualitas SDM di sektor perkebunan kelapa sawit juga harus ditingkatkan. Hal-hal inilah yang saat ini perlu menjadi fokus untuk dilakukan pada masa-masa prihatin ini. Seraya, seperti saya tulis pada alenia awal tadi, berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.(*)
Tofan Mahdi, Ketua Bidang Komunikasi GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia)