Humaniora

Seks Gendruwo (6) : Merajut Kemesraan di Kebun Jagung

Saat tiba di kebun, Gimo sedang mencangkul. Teriakan gembira Wakijem dari kejauhan disambutnya biasa-biasa saja. Tak ada yang berubah pada laki-laki ini. Malah Gimo yang agak terkejut dengan perubahan sikap istrinya yang ceriah dan agak kolokan terhadapnya.

Ketika Gimo menanyakan alasan yang menjadikan wanita ini riang gembira, Wakijem tak menjawab. Wanita itu hanya tersenyum penuh arti. Malah saat Gimo memaksa Wakijem berterus terang, wanita itu justru mengkilik-kilik tubuh Gimo, yang membuat laki-laki yang tenang setenang batu itu terpaksa tertawa ngakak karena geli.

Siang itu, Wakijem melayani makan dan minum suaminya di ladang dengan romantis. Gimo sangat senang. Ia merasa mendapatkan kebahagiaan punya istri yang setia dan sayang kepadanya. Kendati dalam hati kecil Gimo masih tersimpan pertanyaan. Mengapa Wakijem yang biasanya menyuruh mengambil makanan dan minuman sendiri, kini dilayani dengan amat mesra sekali?

Sore menjelang. Pasangan suami istri itu beranjak pulang dari kebun. Gimo mencangklong cangkul. Dan Wakijem membawa rantang serta teko yang telah tandas isinya. Keduanya beriringan berjalan melalui jalan setapak. Mereka menerobos rerimbunan hutan yang memisahkan desa dan ladangnya. Ketika maghrib, pasangan ini sudah sampai di rumah.

Mereka mandi di sumur. Gimo menimba, mengisi penuh bak air yang terbuat dari tanah liat sampai penuh. Wakijem membersihkan diri dari daki dan keringat, disusul Gimo.

Ketika desa sudah diselimuti kekelaman malam, maka keduanya berbincang sebentar sebelum terbuai dalam mimpi masing-masing.

Malam itu pasangan ini tak melihat sesuatu yang istimewa. Gimo lelap karena capek di kebun. Dan Wakijem capek karena nikmat. Wanita ini tenaganya terkuras habis karena melayani nafsu seks Gendruwo yang menjelma suaminya. Namun benarkah malam itu tak ada yang istimewa di dalam rumah ini? (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar