Humaniora

Memasuki Lembah Kathmandu, Sunyi Sekaligus Misterius

Sedang berada di Negara Nepal? Jangan lupa mampir di Lembah Kathmandu. Lembah ini luas dan sunyi, tetapi menyimpan sejuta misteri. Itu tersimpan pada sebuah kuil agung yang suci dan sangat dihormati. Swayambunath, nama kuil itu. Ini telah menjadi pusat kunjungan para peziarah sejak abad kelima Masehi.

Menurut prasasti dari batu dan catatan sejarah yang ditemukan di dalam kuil, stupa Swayambunath bahkan telah dikenal jauh sebelum abad kelima. Kubahnya yang tinggi dan berwarna keemasan memberi ruang untuk menikmati lembah Kathmandu dari berbagai arah.

Menurut legenda tentang kuil ini, pada abad kelimabelas, Sang Buddha menanam bunga teratai yang bernama Swayambhu Purana. Bunga ini mekar dan menebar keharuman dari danau yang sebelumnya tertutup oleh lembah Kathmandu.

Selain harum, bunga teratai ini diam-diam juga mengeluarkan cahaya yang kemilau. Karena itulah lokasi kuil ini dinamakan Swayambhu yang berarti muncul dengan sendirinya’.

Para pertapa, orang suci, dan penganut Buddha yang taat berduyun-duyun mengunjungi tempat ini. Mereka menghormati tempat ini untuk mendapatkan kekuatan pencerahannya. Bodhisatva Manjushri melakukan meditasi di gunung suci Wu Tai Shan di China ketika menerima cahaya Swayambhu itu.

Dalam legendanya, Manjushri kemudian terbang melintasi pegunungan China dan Tibet dengan mengendarai singa biru. Ini demi memberi penghormatan kepada bunga teratai. Sembari melayang di udara, Manjushri terpesona oleh kekuatan cahaya bunga teratai itu.

Ia kemudian berpikir, jika air danau Swayambhu dikeringkan, maka akan lebih mudah bagi para peziarah untuk mencapainya. Maka dengan pedang raksasanya, Manjushri membuat belahan pada ngarai di sekitar danau.

Belahan-belahan ini mengalirkan air danau, meninggalkan asalnya menuju tempat baru di sekitar danau. Danau yang mengering inilah yang kini dikenal sebagai lembah Kathmandu. Sedang bunga teratai itu dipindahkan ke puncak bukit menjadi Stupa Swayambhunath.

Mata Dewa

Penyembah Swayambhunath adalah umat Hindu, Buddha Vajrayana di Nepal dan Tibet Utara, serta Buddha Newari di Nepal Tengah. Setiap pagi sebelum munculnya fajar, ratusan peziarah menaiki 365 anak tangga yang menuntun ke arah bukit. Mereka melewati dua patung singa penunggu di pintu masuk, dan memutari stupa se-arah jarum jam.

Masih banyak kuil yang menjunjung tinggi keberadaan Dewi Harati, Dewi yang menurunkan wabah penyakit. Kuil Harati Dewi ini memang istimewa karena menegaskan pembauran antara Hindu dan Buddha dalam perkembangan agama di Nepal.

Karena umat Buddha tak memiliki dewa sendiri untuk melindungi manusia dari wabah penyakit, maka mereka mengadopsi dewa atau dewi Hindu sebagai bantuannya. Dengan demikian tampak pembauran agama yang baik pada masa itu.

Pada dasar stupa yang berbentuk segiempat terdapat gambar sepasang mata yang masing-masing menghadap keempat arah mata angin. Sepasang mata ini juga melambangkan mata dewa yang mampu melihat dari berbagai arah.

Di antara kedua mata ini tidak terdapat hidung, melainkan sebuah goresan yang lebih mirip angka satu dalam tulisan Nepali. Ini menegaskan, bahwa satu-satunya cara menuju pencerahan diri adalah melalui jalur Buddha.

Di atas kedua mata terdapat sebuah mata lain atau mata ketiga. Melambangkan kebijaksanaan untuk melihat ke dalam hati manusia.

Disini juga tidak digambarkan Sang Buddha memiliki telinga. Itu dikatakan, bahwa Buddha tak menyukai dan tak tertarik mendengarkan doa-doa pemujaan terhadap dirinya.

Selain bukit Swayambhunath, masih ada kuil kecil yang tak kalah menariknya. Meski lebih kecil dan lebih sedikit pengunjung, Shantipur atau Istana Perdamaian ini tetap memiliki daya tarik.

Di tempat inilah seorang pakar Tantra bernama Shantikar Acharya hidup mengasingkan diri. Selama mengunci diri ini, ia melakukan teknik-teknik meditasi yang membuat hidupnya tahan berabad-abad. Ia juga dikenal sebagai seorang ahli sihir yang tangguh dalam menguasai musim.

Ketika lembah Kathmandu diserang paceklik berkepanjangan, Raja Nepal diharuskan memasuki ruang bawah tanah untuk mendapatkan mantra dari Shantika. Jika mantra itu didapatkan, maka harus segera dibawa keluar dan dihadapkan ke arah langit. Hujan pun lantas membasahi bumi.

Bagaimanapun, kuil kecil ini tetap misterius, aneh, dan sedikit mengerikan. Dan memang itulah daya tarik Shantipur dibandingkan dengan kuil agung Swayambhunath yang menyimpan rahasia pencerahan Sang Budha. izma/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar