Humaniora

Tragedi Kapal Titanic (2) : Antara Firasat dan Kiriman Doa Sebelum Tenggelam

Beberapa saat setelah terjadi Titanic, banyak orang membuka mulut mengenai firasat-firasat buruk yang mereka terima. Oleh seorang penulis bernama George Behe, bahan-bahan ini dipilah dan dibukukan dalam Titanic : Firasat Paranormal atas Tragedi.

Salah satu firasat yang paling menyentuh sasaran adalah sebuah novel yang berjudul Futility (kegagalan), ditulis oleh Morgan Robertson. Novel ini menceritakan perjalanan pertama kapal SS Titan, yang juga berpredikat unsinkable dari Southampton melalui Samudra Atlantik.

Disebutkan, bahwa kapal yang mengangkut sekitar 2.500 penumpang menemui ajalnya ketika pada tengah malam menabrak sebuah gunung es. Orang akan mengira novel Futility ini mendapat inspirasi dari kejadian Titanic yang sebenarnya. Namun pada kenyataannya, novel ini ditulis pada tahun 1898—14 tahun sebelum tragedi Titanic terjadi.

Firasat lain juga diterima oleh seorang jurnalis bernama W.T. Stead. Novel yang ceritanya mirip dengan tragedi Titanic ini juga ditulis sebelum tragedi itu terjadi. Namun rupanya nasib Stead tak lebih baik dari Kapal Titanic itu sendiri. Nama W.T. Stead tercatat sebagai korban tenggelam pada tragedi Titanic 14 April 1912.

Kiriman Doa Dari Pedalaman

Sadarkah para penumpang Titanic, bahwa pada hari naas itu mereka mendapat kiriman doa dari jauh? Sayangnya, doa itu tak menahan bencana, atau lebih tepatnya doa itu adalah pengiring kematian.

Ceritanya, pada suatu Minggu pagi secara tak terduga Pendeta Charles Morgan, seorang petinggi Gereja Methodist Rosedale, di Winnipeg, Manitoba, mendapat firasat buruk yang tak dapat dipahaminya. Sesaat ia seperti jatuh tertidur dan bermimpi melihat gelombang besar yang menelan segala sesuatu.

Dalam kegelapan itu, pendeta ini seperti mendengar sebuah himne gereja yang amat dikenalnya. Ketika terbangun, himne gereja itu masih terngiang di telinganya. Anehnya, mimpi buruk ini terjadi dua kali pada hari yang sama.

Akhirnya, ketika sore hari ia memimpin khotbah rutin, pendeta meminta paduan suara gereja untuk menyanyikan himne For Those in Peril on the Sea (buat mereka yang menghadang bencana di samudra). Tentu saja, himne ini mengejutkan jemaatnya. Sebab, wilayah mereka di pedalaman, dan himne itu tergolong jarang dinyanyikan.

Secara tidak sadar, jemaat gereja ini mengirimkan doa bagi saudaranya di dalam Kapal Titanic, karena hari itu bertepatan dengan tanggal 14 April 1912. Hari tenggelamnya kapal legendaris itu. jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar