Humaniora

Telanjang, Ratu Kalinyamat Tuntut Balas Dendam

Sultan Hadirin dari Kadipaten Kalinyamat mati di tangan Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan. Ratu Kalinyamat, sang permaisuri, berupaya menuntut keadilan untuk balas dendam.

Dia tinggalkan istana menuju Bukit Donorejo. Disini dia menjalani laku spiritual tapa wuda sinjang rambut. Bertapa telanjang, hanya menutupi tubuhnya dengan rambutnya yang terurai.

Dia juga bersumpah tak akan mengakhiri laku prihatin itu sebelum berhasil keset jambule Arya Penangsang. Menginjak-injak kepala Arya Penangsang. Dimanakah Bukit Donorojo itu?

Petilasan (jejak) pertapaan Ratu Kalinyamat yang disebut Bukit Donorejo terletak di Dusun Sonder, Desa Keling, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Jepara. Kondisi geografis dan lingkungan yang alamiah tampaknya masih cocok digunakan untuk tetirah. Mengasingkan diri dari keramaian dunia modern untuk merenung.

Petilasan bertapa Ratu Kalinyamat itu tampak terawat. Sebuah pusara yang diselubungi kelambu tipis ada disini. Banyak orang dari berbagai kota datang ke tempat itu untuk ngalap berkah. Mencari keberuntungan.

Berkah yang diharapkan para pengunjung pun bermacam-macam. Dari keselamatan, banyak rezeki, ketenangan hidup, penglarisan, promosi jabatan, dan lain sebagainya.

Mereka berasal dari strata sosial yang majemuk. Bukan saja masyarakat biasa, tetapi juga para pegawai negeri, golongan wiraswastawan, maupun para pejabat. Konon, banyak di antara mereka yang keinginannya terkabul.

“Mereka yang berhasil itulah yang menyumbang dana pembangunan petilasan ini hingga keadaannya seperti sekarang,” tutur KH Masrukhan yang menjadi juru kunci sejak tahun 1966.

Menurut KH Masrukhan, hampir setiap hari petilasan Bukit Donorojo dikunjungi orang. Tapi yang paling istimewa adalah hari Kamis Pon atau malam Jumat Wage. Itu, kata Masrukhan, berkaitan dengan ditemukannya petilasan ini pada malam Jumat Wage. Dulu bekas pertapaan Ratu Kalinyamat ini masih berupa tanah dan batu yang berada di bawah pohon. Jadi belum ada bangunannya sama sekali.

Kemudian banyak pengunjung yang mengambil tanah dan dibawa pulang untuk dijadikan azimat atau tumbal. Lama-kelamaan tanah bekas pertapaan itu habis, seperti terkena erosi.

“Untuk menyelamatkan bekas pertapaan yang dianggap keramat itu, lantas dipasangi pusara dan dibuatkan cungkup. Juga diberi kelambu sebagai lambang penghormatan kepada Ratu Kalinyamat,” jelas Masrukhan.

Juru kunci pembantu, Suparmi (57) menuturkan, mereka yang datang ke Bukit Donorejo untuk tetirah atau ngalap berkah. Disarankan, sebaiknya mandi terlebih dahulu di sendang Kamulyan yang berada di pinggir kali, tak jauh dari pertapaan Ratu Kalinyamat.

Kata Suparmi, mandi adalah lambang pengakuan bahwa jiwa manusia itu kotor dan harus disucikan. Mereka yang jiwanya suci, menurut Suparmi, banyak yang keinginannya terkabul. “Sendang kamulyan adalah petilasan Ratu Kalinyamat juga. Di sendang itu sang Ratu mandi dan bersuci,” ungkap Suparmi.

Yang patut dicatat ialah adanya anggapan berlebihan tentang kekeramatan petilasan Ratu Kalinyamat. Akibatnya dikhawatirkan para pengunjung menjadi musrik. “Untuk itu, para pengunjung di dalam berdoa harus dipandu juru kunci,” tegas Masrukhan.

Pada sisi lain, sebagai petilasan tokoh sejarah yang telah melegenda, Bukit Donorojo dianggap sebagai tempat suci. Namun di pihak lain ada anggapan bahwa bukit itu tak lebih dari tempat prostitusi. Tidak aneh jika di antara pengunjung ada yang cuma ingin iseng melampiaskan nafsu birahinya. Celakanya, anggapan Bukit Donorojo tempat mesum, justru berkembang lebih santer.

Anggapan miring itu ditepis masyarakat setempat. Bukit Donorojo tempat mesum itu fitnah yang digelindingkan Arya Penangsang pada zaman lampau. Karenanya, diantisipasi dengan memasang lampu di tempat-tempat rimbun, juga mengadakan pengajian secara kontinyu. Irul/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar