Humaniora

Ruwatan Sudamala (8) : Ki Semar Mengencani Ni Towok

Kedatangan Ni Towok disambut dengan gembira oleh Semar. Wanita bertubuh gembrot, dengan ukuran buahdada yang sangat besar itu membuat wajah Semar berbinar. Ia berkata manis, menyambut kemunculan Ni Towok dari samping rumah. "Nini, kemarilah, siapa namamu." Hamba ini Ni Towok, kakak Semar. Hamba masih gadis, dan muda belia," kata Ni Towok manja.

Matahari terbenam. Sinarnya diganti bias rembulan yang mulai menerangi bumi. Semar yang sudah dimabuk cinta itu, tubuhnya bergelenjot memepet tubuh Ni Towok. Sedang matanya nyalang, mencari tempat agar pacaran semakin afdol.

Kebetulan, di dekat mereka bercengkerama, ada sebuah bangunan yang bisa dimanfaatkan. Bangunan itu sehari-hari dipakai untuk tempat orang menumbuk padi. Di tempat itu terdapat bale-bale. Dari jauh, bale-bale ini nampak kokoh. Kayunya tebal, kendati pelupuhnya jarang.

Bingkai bale-bale ini memang telah lapuk. Sedang penopang pelupuh telah tak ada lagi. Namun karena pikiran Semar dan Ni Towok telah terpenuhi nafsu birahi, mereka tak melihat lagi bahaya itu. Di tempat inilah Semar berkasih-kasih. Ia berpeluk-pelukan. Dan saling mereguk nikmatnya cinta.

Ketika birahi sejoli ini kian memuncak, mereka pun lupa segalanya. Bak anak kecil, keduanya asyik saling dorong-mendorong. Kadang yang memulai terlebih dulu adalah Semar. Namun di waktu lain yang melakukannya adalah Ni Towok. Saking asyiknya melakukan gerakan untuk memuaskan nafsunya, tak lama terdengar suara berkemeretak. Bingkai balai-balai yang lapuk itu patah, patah juga pelupuhnya. Semar jatuh ke bawah, suaranya bergedebum di tanah. Dan di atas Semar, masih melengket, adalah tubuh Ni Towok. Kejatuhan tubuh keduanya membuat anjing-anjing terperanjat. Tapi begitu, Semar masih tetap lengket. Ia tidak mau melepas tubuh Ni Towok yang gembrot. Padahal babi-babi yang sedang di bangunan tempat menumbuk padi itu hiruk pikuk menguik-nguik.

Tubuh Semar bercampur batang padi yang dilekati kotoran. Begitu juga dengan Ni Towok. Tubuhnya penuh dedak lunak bercampur batang padi kering dan kotoran ayam. Meski demikian, mereka masih juga bercumbu-cumbuan.

Namun petualangan cinta Semar itu cukup sampai disini. Tak akan ada habisnya, kalau orang mau menceritakan tingkah laku Ki Semar dan Ni Towok. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar