Humaniora

Ruwatan Sudamala (4) : Istana Gondomayit Berubah Jadi Taman Bunga

Istana Setra sunyi senyap. Keadaannya kosong melompong. Tampak sepasang pohon kapuk hutan berbunga merah. Sedang bambu muda berderet menyerupai tiang-tiang upacara tegak terpancang sepanjang jalan. Maklum, pohon kepuh dan pohon kapuk itu memang merupakan hiasan tempat itu.

Di dekat istana ini, sepasang burung bangau tampak berdiri tak bergerak di dekat pintu. Sedang sepasang burung Culik dan Dares (burung Hantu), seakan-akan sedang menanti perintah. Menjadi duta untuk mengambil nyawa manusia. Memang itulah tugasnya.

Hyang Guru telah masuk ke dalam badan Sadewa. Kini ia sanggup melepaskan sang Dewi Uma. Ia berkata: "Hamba Si Sadewa, akan melepaskan paduka Hyang. Hamba mohon maaf sebelumnya."

Setelah itu ia berdiri memusatkan fikiran. Kakinya disatukan. Menyucikan jiwanya. Suci bersih tak ada noda. Kini tak ada lagi yang membuat hatinya gelap. Diambillah beras kuning dan bunga tabur. Bunga itu digenggamnya. Ia merenung dan bersemadi. Setelah itu Semar membunyikan kelinting upacara.

Raden Sadewa kini mendekati Hyang Dewi. Ia menenteramkan hatinya. Tak lama setelah itu Hyang Ayu mendengar mantra Hung-kara diucapkan Sadewa. Dilantunkan dengan merdu. Suaranya bergema ke langit tertinggi. Mengusik seisi jagat raya.

Setelah itu ia mengambil beras kuning. Beras itu ditaburkan bersamaan dengan bunga tabur. Ia menaburkannya ke tubuh Ranini. Tak lama kemudian Ranini pun menjerit. Ia melengking panjang. Dan seketika itu terlepaslah ujud Durganya.

Ranini berganti rupa. Ia kembali menjadi Hyang Ayu yang cantik jelita. Penglihatannya menjadi terang. Cuaca kembali terang-benderang. Ia menengadah. Melihat hujan yang turun rintik-rintik. Diikuti angin sepoi-sepoi basah sampai matahari mulai terbenam.

Perubahan Ranini kembali menjadi Hyang Ayu itu juga disusul dengan perubahan para hantu. Yang perempuan menjadi bidadari dan yang laki-laki berubah wujut menjadi bidadara.

Kerajaan Setra kini pun tak menakutkan lagi. Kerajaan itu menjadi taman bunga. Sangat indah, penuh dengan kembang aneka warna. Asoka sedang berkembang sangat eloknya. Di empat penjuru taman terdapat balai tajuk, di tengah-tengah terdapat kolam pemandian.

Hyang Ayu menundukkan kepala memandang permukaan kolam. Dia bercermin dan melihat, bahwa ia sekarang telah kembali cantik jelita. "Ah, kini sungguh sudah terlepas dari noda." Begitu ungkapnya, yang disuarakan dengan manis.

"Wahai, manusia Sadewa, sekarang aku sudah lepas dari derita. Aku sangat berhutang budi kepadamu. Sadewa kamu kini kuangkat menjadi puteraku. Kuganti namamu menjadi Sudamala, karena kamu telah melepaskan aku dari malapetaka.

Dan kamu juga telah terlepas dari segala dosa. Masih ada anugerahku kepadamu. Hendaknyalah kamu, Sudamala, kawin. Kusuruh kamu pergi ke Prangalas. Berangkatlah kamu segera menuju ke daerah timur laut. Temui Si Tamba Petra. Ia mempunyai dua anak perempuan. Cantik semua, bernama Soka dan Perdapa. Itu nanti menjadi jodohmu.”

“Terimalah ini, senjata untuk membunuh seterumu. Berangkatlah segera, wahai Sudamala." Sudamala menyembah. Sujud memohon diri. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar