Humaniora

Ruwatan Sudamala (2) : Sadewa Memasuki Hutan Angker

Suatu hari Raden Sadewa sedang mengelana memasuki hutan angker. Hutan itu gung liwang-liwung, jalma moro jalmo mati. Siapa saja yang berani masuk, hanya akan kembali raga. Nyawanya melayang. Bisa mati dimangsa binatang buas. Atau makhluk halus yang gentayangan di hutan ini.

Membayangkan itu Raden Sadewa dihimpit ketakutan. Apalagi dalam pandangannya ia melihat, sekumpulan prajurit setan berpesta-pora. Mereka sedang bersuka-cita. Akan memangsa satria tampan yang tersesat di hutan area para setan.

Pada saat yang genting itu, keluarlah aura keluarga Pandawa ini. Sinar kesatriaan Raden Sadewa muncul. Tubuhnya yang bersih itu tiba-tiba memancarkan sinar warna-warni. Menyerupai pelangi yang indah. Sinar itu membalut seluruh tubuhnya.

Tak lama kemudian, alam pun nampaknya tak mau diam. Hujan rintik-rintik turun. Angin ribut datang disusul gempa. Bumi bergerak-gerak seakan hendak terbelah. Sedang di angkasa, kilatan sinar bergemerlapan. Guruh memecah langit. Dan arahnya menembus rerimbunan pohon hutan ini.

Para setan gentayangan itu lari semburat. Senjata yang dibawanya tersapu bersih. Dalam sekejab, bumi menjadi terang benderang.

Melihat pasukannya kabur, Ranini, ratu para makhluk halus itu turun ke bumi. Ia terusik untuk menghadapi sendiri Raden Sadewa. Kata Ranini : "Sekarang kamu pasti mati, Sadewa. Lihat baik-baik tubuhku. Tidakkah kau takut melihat rupaku. Sekarang berakhir kesedihanku."

Ranini pun tak cuma menunjukkan muka seramnya. Ia juga menakut-nakuti Raden Sadewa. Pisau penyembelihan diletakkan di leher satria penengah Pandawa itu. Namun Raden Sadewa tak menunjukkan rasa takut. Ketakutannya telah berubah menjadi keberanian.

Melihat sikap Raden Sadewa itu, tiba-tiba raksesi ini melepas ujung kainnya. Ia telanjang. Sikapnya berubah manis. Sambil mimiknya seperti terbuai birahi, ia berkata pada Raden Sadewa.

"Wahai manusiaku, Sadewa. Saya minta belas kasihanmu. Hendaknyalah aku kau lepaskan dari malapetaka ini. Kini kuminta kasih sayangmu terhadapku."

Mendengar itu Sadewa menyembah. Ia tahu siapa Ranini sebenarnya. Ia pun berucap. "Daulat Tuanku. Hamba ini tak dapat melepaskan paduka Hyang Dewi. Jangankan melepas Hyang Dewi, melepaskan orang biasa saja, hamba, si Sadewa tak dapat. Maaf Dewi, hamba ini tak dapat melepaskan Paduka Tuanku".

Jawaban Raden Sadewa itu membangkitkan amarah Ranini. Dengan suara lantang ia menjawab ketus. "Ah, sesungguhnya engkau hanya segan saja melepaskan aku. Dan jika kamu terus-menerus begitu, maka kamu sekarang akan kubunuh. Mustahil kamu akan hidup seterusnya."

Mendengar ancaman itu Raden Sadewa tak surut. Ia justru seperti menantang. Katanya : "Tuanku, hamba akan senang menemui maut. Jika hamba mati, paduka Hyang Ayulah yang melepaskan dari derita. Dengan begitu, kalau hamba menjadi santapan paduka, maka sama saja dengan hamba lepas dari segala dosa."

Mendengar jawaban itu, Hyang Mahadewi menjadi sangat marah. Ia mengambil parang. Menjerit-jerit dengan suara melengking. Ia menendang-nendang, hingga para dewa yang ada di swargaloka terperanjat. Sebab tak biasanya Hyang Dewi murka seperti itu. Sadewa benar-benar sedang dalam bahaya. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar