Regulasi

CPO Ilegal Indonesia dan Malaysia Guncang India

MUMBAI-India guncang. Minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang berasal dari Indonesia dan Malaysia membanjiri negeri itu. CPO ini bukan langsung diimpor dari Indonesia dan Malaysia, tetapi datang dari negara tetangganya, Bangladesh dan Sri Lanka.

 

Asosiasi Ekstraktor Pelarut India (SEA) menyoal ini dengan Pemerintah India. Dalam sebuah suratnya, SEA meminta pemerintah sesegera mungkin mengatasi hal ini.

 

Presiden SEA Atul Chaturvedi mengatakan, bahwa minyak nabati dari negara-negara anggota SAFTA itu dijual dengan harga murah. Mereka langsung impor dari Indonesia dan Malaysia (minyak sawit), Argentina (minyak kedelai) dan Ukraina (minyak bunga matahari).

 

Untuk itu dia mendesak pemerintah untuk mengatasi masalah ini, menempatkan semua produk minyak nabati dan vanaspati pada daftar negatif dari perjanjian SAFTA.

 

Seperti diketahui, sejak bulan Maret Pemerintah India menaikkan bea masuk untuk minyak sawit olahan menjadi 59,4 persen (termasuk biaya tambahan) dari 40 persen. Akibat itu minyak sawit menjadi mahal di India, dan ekspor CPO negara-negara produsen sawit melemah.

 

“Sedang minyak sawit olahan yang diimpor dari Bangladesh pada Rs 63.000-65.000 per ton. Jauh dari hitung-hitungan harga (termasuk bea) sebesar Rs 71.000 per ton dari Malaysia dan Indonesia,” kata Sandeep Bajoria, Kepala eksekutif importir minyak nabati Mumbai Sunvin Group.

 

Demikian juga untuk minyak kedelai olahan yang diimpor dari Sri Lanka dengan harga Rs 68.000 per ton dari harga Rs 76.000 jika diimpor dari Argentina.

 

India telah mengimpor sekitar 15,5 juta ton minyak nabati pada tahun 2017. Laporan Rabobank mengatakan, impor minyak nabati negara ini akan meningkat menjadi 25 juta ton pada tahun 2030 nanti. Kenaikan ini karena meningkatnya permintaan dan pasokan yang stagnan.

 

India adalah importir minyak nabati terbesar dunia. Indis terbanyak mengimpor minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia. Lebih dari 70 persen dari permintaan minyak nabati India dipenuhi dari impor.

 

Rabobank memperkirakan, permintaan minyak sayur India juga tumbuh secara signifikan dengan CAGR 3 persen melebihi 34 juta ton pada tahun 2030. Itu dengan asumsi konsumsi per kapita dipatok pada 24 kg pada tahun 2030,.

 

Namun dengan kondisi terbaru impor ilegal dari Kawasan Perdagangan Bebas Asia Selatan (SAFTA) itu, maka India kini kebingungan untuk mengantisipasinya. Pengaturan perdagangan bebas Asosiasi Asia Selatan untuk Kerja Sama Regional (SAARC) ini sudah berlaku sejak tahun 2006. Indiatimes/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar