Humaniora

Misteri Anak Gendruwo (18) : Sang Anak Dikirimi Makanan Gendruwo

Kini Wagini sendiri. Ia hanya ditemani Wakijah, neneknya. Sang Nenek ini, karena tahu bagaimana proses kelahiran Wagini, maka wanita tua itu dengan sabar dan penuh kasih sayang merawatnya.

Nenek ini, untuk menyambung hidup sehari-hari, ia meneruskan profesi lamanya sebagai pembuat anyaman bambu. Hasil dari kerajinan ini setiap minggu dijual ke pasar. Dan uang hasil penjualan itulah yang dibuat makan untuk menghidupi Wagini dan dirinya.

Suatu hari, nenek Wagini sakit. Ia tak bisa ke pasar untuk menjual hasil kerajinannya itu. Wagini yang masih kecil tak mungkin disuruh ke pasar. Padahal, hari itu mereka tak punya beras untuk ditanak.

Ketika Wagini menangis karena kelaparan, nenek ini bersedih. Ia meneteskan airmata. Ia tak mampu memberi makan cucunya itu. Dengan kata-kata halus nenek itu menyuruh cucunya yang masih kecil itu ke belakang rumah. Siapa tahu ada pisang yang sudah agak tua dan bisa diambil untuk ditanak sebagai pengganjal perut.

Wagini pun keluar kamar neneknya. Ia tak diketahui kemana. Namun suara tangis anak itu sudah tak terdengar. Nenek ini pun curiga. Adakah Wagini yang kolokan itu sudah kenyang perutnya? Ataukah ia mendapat musibah?

Karena khawatir sesuatu menimpa Wagini, maka Sang Nenek yang sakit itu berusaha bangkit dari tidurnya. Ia ingin tahu apa yang telah terjadi pada cucunya.

Saat nenek ini keluar dari kamar, mata wanita tua ini berkaca-kaca. Ia bahagia. Ia mengucap syukur. Sebab di meja ruang tengah, Wagini sedang lahap menyantap nasi dengan lauk lengkap dan buah-buahan.

Ketika Sang nenek bertanya, makanan itu siapa yang mengirimnya, Wagini hanya tertawa-tawa. Dengan bahasa yang sulit untuk dimengerti orang lain, Wagini menceritakan, bahwa makanan itu sudah ada di meja. Ia tak tahu siapa yang menaruh disitu.

Sang Nenek pun mulai menerka-nerka. Secara instingtif ia tahu siapa pengirim makanan yang lengkap dan mewah itu. Dia adalah gendruwo, bapak dari Wagini. Makhluk halus itu tahu bahwa anak dan mertuanya butuh makanan. Ia mengirimkan itu. Tanpa sadar Sang Nenek mengucap terima kasih. (Djoko Suud Sukahar/bersambung)

 


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar