Kerja keras polisi menelisik kasus perkosaan yang diakhiri dengan pembunuhan itu akhirnya menemukan titik terang. Beberapa tersangka pelaku berhasil diamankan.
Dalam interogasi itu, dua diantaranya mengaku, bahwa dia melakukan perkosaan itu untuk mendapatkan ilmu kekebalan. Tersangka ini dengan detail menceritakan, bagaimana kronologi penculikan, perkosaan dan pembunuhan yang dilakukan. Gadis-gadis cilik yang menjadi korbannya, kebanyakan dalam kondisi tidak sadar. Mereka masih lelap ketika dibopong. Atau ada yang dalam kondisi pingsan saat kekerasan seksual dilakukan.
Untuk mendapatkan ilmu kebal itu, mereka harus menyetubuhi gadis-gadis yang masih suci sebanyak 20 orang. Jumlah itu syarat wajib. Jika syarat ini sudah dipenuhi, dengan mantra tertentu dan dipandu guru spiritual, maka ilmu kanoragan yang diinginkan diyakini akan menjadi kenyataan. Siapakah guru yang dimaksud?
Ini yang membuat penyidik terbelalak. Sebab yang disebut guru spiritual itu adalah seorang petani desa, miskin, dan tidak banyak dikenal tetangganya sebagai manusia yang digdaya. Dia adalah Somo Salidi, yang akrab disapa Mbah Somo, yang dalam keseharian hidup sederhana.
Somo Salidi memang diketahui punya ilmu. Dia sering memberi pertolongan tetangga yang kebetulan anaknya sakit demam panas. Mbah Somo suka ‘nyuwuk’, melakukan pengobatan dengan cara memantrai air putih untuk diminumkan. Memantrai jidat anak yang sedang sakit, dan ternyata banyak yang sembuh.
Maka ketika Mbah Somo dituding sebagai pengamal ilmu kebal dengan mensyaratkan darah perawan, penduduk maupun penyidik agak ragu akan kebenarannya. Tetapi kasus itu terlanjur bergulir kencang, menebarkan ketakutan. Perlu dituntaskan. Perlu shock-therapy agar kehidupan kembali tenteram.
Mbah Somo pun dijemput penyidik. Dia diamankan. Proses hukum dilakukan. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tak sulit disusun. Sampai persidangan Mbah Somo dinyatakan bersalah. Dia divonis dan dipenjarakan. Benarkah dia guru spiritual para pemerkosa itu? (bersambung/Djoko Su’ud Sukahar)