Humaniora

Rabi'ah Al-Adawiyyah (12-Habis) : Cinta Ini Hanya Untuk-Mu Ya Allah

Suatu malam Rabi’ah berdoa. “Ya Allah, bintang saat ini bercahaya terang, namun mata manusia tertutup untuk tidur. Para raja menutup gerbang istananya, dan setiap kekasih bercumbu dengan pasangannya. Namun disinilah aku sendiri, bersama-Mu. Ya Allah, malam telah berlalu dan datanglah subuh. Bagaimana kiranya aku tahu Engkau akan mengabulkan doaku atau tidak? Hiburlah aku, hanya Engkaulah yang dapat menghibur jiwaku ini.”

“Engkau telah memberiku kehidupan dan memeliharaku, Engkau Maha Besar. Jika Engkau mengusirku dari pintu-Mu, aku takkan berpaling dari-Mu, karena cinta yang membara dihatiku hanya untuk-Mu.”

Rabi’ah setiap malam selalu berdoa dan salat. Jika subuh berlalu, ia tertidur sejenak pada tempatnya sembahyang. Setelah terbangun, karena takut akan tertidur lagi, ia pun berkata.

“Oh jiwaku, berapa lama engkau akan tidur? Dan berapa lama pula engkau terbangun? Sebentar lagi engkau tidur sangat panjang dan tak bangun kembali hingga sangkakala dibunyikan pada Hari Pembalasan nanti.”

Dalam biografinya dikisahkan, bagaimana Rabi’ah selalu salat sebanyak seribu raka’at siang dan malam hari. Kagum dengannya, salah seorang sahabatnya bertanya pada Rabi’ah, apa yang ia dapatkan dengan melakukan semua itu?

Lalu dijawab oleh Rabi’ah, “aku tak mencari pengampunan dari Allah. Aku hanya ingin Allah pada Hari Pembalasan nanti mengumumkan pada semua Nabi dan Rasul-Nya, wanita ini termasuk manusia yang setia disisi-Ku, inilah hasil jerih payahnya.”

Sahabatnya, Sufyan al-Thawri juga mengungkapkan hal yang sama. “Aku mendatangi Rabi’ah, ia sedang dalam mihrab. Rabi’ah ternyata sedang salat hingga siang hari. Lalu aku bertanya, bagaimana sebaikya kita berterima kasih pada pemberian-Nya, sedangkan kita menghabiskan sepanjang malam untuk salat.” Rabi’ah menjawab, “Dengan berpuasa keesokan harinya.”

Rabi’ah berbeda dengan Hasan Basri yang mendekatkan diri pada Allah karena takut akan jilatan api neraka. Rabi’ah mendekatkan diri pada Allah sebagaimana seorang pemuda yang kasmaran, benar-benar cinta sejati.

Namun menurut salah satu penulis buku biografinya, dikisahkan pula, bahwa Rabi’ah juga takut pada siksa neraka. Ia pun berdoa pada Allah, “Ya Allah, apakah Engkau akan melempar orang-orang yang mencintai-Mu ke neraka?”

Saat itulah tiba-tiba muncul suara gaib yang membisikinya, “Wahai Rabi’ah, Aku tak akan melakukannya. Jangan engkau menganggap-Ku jahat.”

Di antara salat Rabi’ah yang berhasil direkam Attar, adalah contoh yang mengagumkan. Salat-salat Rabi’ah mencerminkan syair-syair cinta pada Allah. Bukan sebagai doa permohonan belaka, tapi benar-benar penyatuan dengan Allah. Doa-doa ini sekaligus mencerminkan sikap hidup Rabi’ah di dunia. Di antara doa yang diucapkan oleh Rabi’ah antara lain:

“Ya Allah, apa pun yang Engkau anugerahkan padaku di dunia ini, juga Engkau anugerahkan bagi para musuh-Mu. Namun apa pun yang Engkau anugerahkan padaku di Hari Pembalasan nanti, berikanlah pada sahabat-sahabat-Mu. Yang kuinginkan hanya Engkau.”

“Ya Allah, jika aku sedang salat, keluarkanlah seluruh syaitan yang ada di hatiku. Atau jika Engkau bermurah hati, terimalah salatku tanpa ikut sertanya syaitan. Ya Allah, jikalau aku menyembah-Mu karena takut neraka, justru bakarlah aku di neraka. Jikalau aku menyembah-Mu karena mengharap surga, janganlah Engkau masukkan aku ke sana. Jika aku menyembah-Mu karena Engkau sendiri, maka perlihatkanlah keindahan-Mu secara kekal.”

“Ya Allah, segala kepedulianku, tindakanku, dan keinginanku di dunia ini hanyalah untuk mengingat-Mu di atas segalanya. Di akhirat nanti, kelak jika seluruh hamba-Mu, Engkau masukkan ke dalam surga, aku berharap dapat bertemu dengan-Mu.”

“Ya Allah, anugerah-Mu yang terindah dalam hatiku adalah harapanku akan Engkau. Dan kata-kata yang terindah yang kuucapkan adalah kata-kata untuk memuji-Mu. Hari-hari yang terbaik bagiku adalah jika aku bertemu dengan-Mu.”

“Ya Allah, aku tak dapat bertahan hidup di dunia ini tanpa mengingat-Mu. Bagaimana pula aku dapat bertahan hidup di kehidupan akhirat nanti tanpa pendangan-Mu di sana? Ya Allah, aku hanya seorang asing dalam dunia-Mu, dan sangat menyendiri di antara para penyembah-Mu.” (Djoko Su’ud Sukahar dari berbagai sumber/Habis)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar