Humaniora

Rumi Sufi Cinta (10-Habis) : Umat Islam, Yahudi dan Nasrani Tangisi Rumi

Tahun 672 Hijriyah, di kawasan Kauniyah terjadi kegoncangan. Itu berlangsung hingga seminggu penuh. Penyebabnya, hari itu terbetik berita, Jalaluddin sedang sakit keras. Akibatnya, berbondong-bondong arus orang bertandang. Menjenguk Jalaluddin Rumi sembari meminta doa.

Saat orang-orang berdatangan itu, Rumi lantas berkata. "Sesungguhnya tanah itu lapar, dan selalu mencari makanan. Dia akan memperolehnya dalam waktu dekat. Lalu cobaan ini akan sirna dari kalian."

Seorang teman Rumi yang bernama Syadruddin datang menengok dan mendoakan agar sufi liris ini segera sembuh. "Semoga Allah berkenan memberi ketenangan kepadamu dengan kesembuhan. Tidak ada yang bisa mencelakakanmu, apabila tabir antara kekasih dan kekasih telah terangkat."

Di tengah menghadapi sakaratul maut itu Ar- Rumi masih sempat menyahut." Jika engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik. Kendati kematian ada juga yang kafir dan pahit."

Setelah itu dengan panjang lebar Rumi menerangkan makna kebenaran. Dan menjelang maghrib, rohnya meninggalkan raga laki-laki suci ini. Peristiwa menyedihkan itu terjadi pada tanggal 5 Jumadil Akhir tahun 672 H.

Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desakan ingin menyaksikan. Para penduduk yang beragama lain pun ikut menangisi kepergiannya.

Orang Yahudi dan Nasrani, misalnya, membacakan Taurat dan Injil. Hadir juga dalam upacara pemakaman itu para penguasa negeri. Mereka sempat bertanya. "Peduli apa kalian dengan suasana berkabung saat ini? Bukankah yang meninggal ini jenazahnya seorang muslim yang alim."

Para rahib dan pastor itu menjawab. "Berkat dialah kami mengetahui kebenaran para nabi terdahulu. Dan pada dirinya kami memahami perilaku para wali yang sempurna."

Pada pagi buta, jenazah Jalaluddin Ar-Rumi diberangkatkan, diiringi para pelayat yang melimpah-ruah. Tangis mereka riuh-rendah menyertai kepergiannya. Mereka saling berebut memikul. Atau paling tidak menyentuh usungan jenazahnya. Tidak heran jika iring-iringan jenazah baru sampai di tempat pemakaman pada sore hari, dan dikebumikan pada malam harinya. (Habis/Djoko Su’ud Sukahar)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar