Politik

Pro Kontra Jadi Alasan Universitas Jambi Lakukan Riset sawit

BALI–Perkebunan sawit merupakan isu yang terus berkembang di seluruh dunia. Banyak pro dan kontra tentang perkebunan sawit, sehingga melatarbelakangi riset budidaya sawit yang dilakukan Universitas Jambi. Rosyani, Dosen dan Peneliti dari Universitas Jambi, menjelaskan tentang strategi untuk mempertahankan sertifikat RSPO bagi smallholders kelapa sawit. Karena saat ini industry kelapa sawit menjadi isu yang terus berkembang di seluruh dunia. Ini menunjukkan, bahwa industry kelapa sawit yang sustainable sangat dibutuhkan. Rosyani telah melakukan riset dan penelitian, khususnya bagi petani kelapa sawit di Jambi yang tergabung dalam Gapoktan Tanjung Sejati. “Dilihat dari jumlah luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebesar 14 juta hectare dan petani menguasai 5 juta hectare (35,6%), saya rasa penting melakukan riset smallholders khusus petani swadaya,” katanya dalam konferensi International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) 2018, di Bali, Kamis (26/4). Hasil riset mengungkapkan motivasi Gapoktan Tanjung Sehati adalah keinginan bersama untuk menjadi mandiri. Oleh karena itu Universitas Jambi didukung Yayasan Setara menguatkan itu. Setelah Gapoktan menerima sertifikasi RSPO, mereka mendapat banyak dukungan yang datang, seperti dari peneliti dan pembeli. Namun masih ada kelemahan seperti harga minyaksawit yang rendah dan harga RSPO tidak sesuai kondisi setempat. Kemudian ada peluang berupa dukungan pemerintah, banyak donor yang membeli hasil produksi dari Gapoktan, seperti Johnson & Johnson dan Unilever. Rosyani menjelaskan, bahwa kekuatan bersama menjadi independen merupakan motivasi Gapoktan. Anggota Gapoktan sudah menerapkan prinsip dan kriteria, pendapatan keuangan mereka tidak hanya berasal dari produksi sawit, tetapi juga adanya dukungan eksternal, seperti dari pemerintah, donor dan Yayasan Setara. “Hal-hal ini bias membantu Gapoktan mengatasi kelemahan dan ancaman. Untuk mempertahankan sertifikasi Gapoktan, RSPO telah melakukan strategi agresif. Gapoktan yang tidak memiliki sertifikasi RSPO memiliki peluang berkembang lebih rendah. Sertifikasi RSPO bias member manfaat ekonomi, tetapi praktiknya masih ada ketergantungan kepada tengkulak,” jelas Rosyani.  


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar