Politik

Burung Surga (58) : Senjata Kiai Sesat Makan Tuan

Pejabat yang dekat Prabu Halaka, yaitu Jalal Malik. Dia menyarankan agar Prabu Halaka menjaga kelestarian agama syariat nabi. Tidak seperti mazab rofil yang sepi dari hadits dan jauh dari Quran. Sebab karena itulah dulu Kiai Nasir ditolak para ulama. Dia harus pergi meninggalkan Baghdad. Lalu, Jalal Malik menyarankan bila perlu Kiai Nasir dipanggil untuk menjelaskan masalah itu. Prabu Halaka kemudian memanggil Kiai Nasir. Dia diminta menjelaskan dalil-dalil yang dipakai dari kitab mana. Haditsnya sahih atau tidak, di hadapan sidang ulama. Kiai Nasir ternyata gagal meyakinkan ijmak ulama. Prabu Halaka pun menyesal karena menuruti saran Kiai Nasir. Dia telah membunuh banyak ulama Baghdad. Untuk menebus kesalahan dan rasa dosa, Prabu Halaka segera menangkap Kiai Nasir. Dia lalu dihukum mati. Prabu Halaka sedang bercakap dengan Ki Patih yang diminta menjelaskan bagaimana dulu Raja Muktasim membayar gaji seorang adipati. Ki Patih menuturkan, semua gaji pejabat, termasuk gaji dirinya sebagai patih. Prabu Halaka kecewa melihat jumlah gaji yang diterima Ki Patih ternyata sama besar dengan yang diterima sang raja sendiri. Pagi harinya Ki Patih dipanggil kembali untuk menjelaskan bagaimana besarnya tanah yang menjadi hak Ki Patih. Prabu Halaka akhirnya mengecam perilaku Ki Patih yang menyebabkan hancurnya Baghdad di masa pemerintahan Raja Muktasim. Ia baru sadar kalau Ki Patih ternyata prilakunya buruk. Suka memfitnah, tidak membela rajanya tetapi malah mendorongnya hancur. Ki Patih pun dihukum bunuh. Itulah balasan orang yang dengki.Prabu Halaka kembali ke Turki sebagai pusat pemerintahan dengan Baghdad daerah jajahannya. Sang Guru Syekh Syihabudin kembali menetap di Kota Baghdad hingga wafatnya. Dia dimakamkan di kota ini. Sang guru sempat menulis kitab yang berjudul Ma'ariful Ma'arif. Kitab ini membahas persoalan buahnya ilmu. Bayan menjelaskan pada Nyonya Zaenab, bahwa ceritanya sudah selesai. Dan itu bukan dongeng, melainkan kisah ulama yang dekat penguasa. Sementara ulama pada zaman sekarang sama rusaknya. Para priyayi dicatat supaya bisa memperoleh kedudukan di antara sesama untuk mencari makan. Menjual surat lalu mencari zakat dan fitrah seperti babah (China). Kulakan gabah dan mereka mengaku berasal dari Amerika, tetapi sebenarnya tidak mempunyai ilmu apa-apa. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar