Politik

Burung Surga (43) : Raja Menyamar di Kamunitas Pemberontak

Sementara Ki Patih punya seorang kenalan yang mengaku sebagai saudagar kaya, dan paling kaya, yang berasal dari luar negeri. Diam-diam sang tamu ini tampaknya tertarik pada isteri Ki Patih. Sudah cukup lama kenalan barunya yang amat kaya itu tinggal di rumahnya. Bahkan sudah membuka usaha pertokoan dan membeli sejumlah tanah. Setiap minggu, si saudagar mengadakan pesta, mengundang semua pejabat kerajaan. Rumah Ki Patih pun selalu ramai dikunjungi semua pejabat setiap hari itu tiba. Benarkah sang tamu itu seorang saudagar? Ternyata, sang tamu itu punya rencana lebih besar. Ia mendorong Ki Patih untuk melakukan pemberontakan. Seluruh biaya untuk membeli senjata dan membayar tentara, tamu itu yang akan menanggungnya. Syaratnya, jika kelak Ki Patih berhasil menjadi raja, dia minta diangkat sebagai patih. Walaupun semua yang hadir di rumah Ki Patih itu menolak, tetapi lama-lama Ki Patih setuju untuk memenuhi keinginan sang tamu itu. Keduanya membuat surat perjanjian yang disimpan rapi sang juragan. Rencana pemberontakan itu sudah berlangsung lama, tersusun rapi, dan melibatkan banyak pejabat negeri. Sementara itu, sang Prabu terus menyamar. Itu sudah berlangsung lebih dari setengah bulan. Setiap malam ia keluar kerajaan, berjalan mengelilingi tembok istana. Tiap hari, pada jam delapan malam ia masuk ke surau pribadi, menyamar, dan baru pulang pada pagi harinya. Namun begitu, penyamaran itu belum membuahkan apa-apa. Hati sang prabu masih diliputi kegalauan. Ia belum memperoleh kejernihan atas peristiwa dongeng 1000 rupiah Kiai Sempono. Suatu malam, jam baru menunjuk angka sembilan. Sampai di suatu simpang jalan, tiba-tiba ia berhenti. Sang Raja merasakan ada sesuatu yang harus ia cari maknanya dari dongeng mahal itu. Malam makin larut. Suasana di jalanan sepi nyenyap, dan gelap semakin pekat. Semua penghuni negeri sudah tertidur lelap. Langit menghitam tanpa cahaya bintang. Mendung menutup bintang-gumintang. Tak lama kemudian gerimis turun rintik-rintik. Sang Raja berhenti di pinggir sebuah jalan kecil. Pada saat yang sama, tiga pencuri sedang mencari sasaran. Udara dingin dan malam yang gelap merupakan peluang yang tak boleh dilewatkan. Ketiga pencuri aneh itu terdiri dari seorang maling sakti, satu maling pintar (guno), dan yang satunya lagi maling satria yang gagah perkasa. (jss/bersambung)  


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar