Politik

Burung Surga (36) : Pengabdian Itu Antara Hidup dan Mati

Mendengar itu Ki Toyib memohon agar sang bidadari tetap tinggal menjaga puri istana. Tetapi si wanita ayu itu enggan, karena sang Raja melenceng dari keadilan. Ki Toyib sanggup menyampaikan keluhan sang wanita bagai bidadari itu kepada sang prabu, asal ia mau kembali ke dalam puri. Si bidadari itu sanggup kembali, asal Ki Toyib mau memenuhi permintaannya. Ki Toyib menyanggupi dan bertanya apa yang diminta sang bidadari. Si Bidadari itu meminta seorang anak laki-laki Ki Toyib yang paling dikasihi. Jika permintaan ini dipenuhi, raja akan berumur panjang, kerajaan menjadi sejahtera, dan sang bidadari akan menjaga kelestarian istana. Ki Toyib menyanggupi permintaan sang bidadari. Malah, kata Ki Toyib, jangankan hanya anaknya. Nyawanya sendiri akan direlakannya kalau itu demi kelestarian kerajaan dan keselamatan sang Prabu. Ki Toyib lalu meminta bidadari itu menunggunya. Dia pulang mengambil anak laki-lakinya yang sedang tidur lelap. Anak itu digendongnya, dan dihaturkan kehadapan sang dewi. Setelah itu Dewi meminta Ki Toyib memenggal leher anaknya, jika memang ia mencintai sang Prabu. Ki Toyib segera menghunus pedang. Ia mengayunkan pedang itu untuk memenggal kepala anaknya. Namun ketika tangan Ki Toyib hendak mengayunkan pedang itu ke leher anaknya, tiba-tiba tangan itu ditangkap sang Dewi. Wanita cantik ini dengan cekatan mencegah niat Ki Toyib itu. Ia menyuruh Ki Toyib membatalkan penjagalan anaknya. Sang dewi lalu menyuruh membawa anak itu kembali pulang. Dan sang dewi berjanji akan menetap kembali di dalam puri. Ki Toyib merasa bersyukur atas kesediaan sang dewi. Keduanya berjalan ke tempat masing-masing. Ki Toyib menggendong anaknya kembali ke rumah, dan dewi itu masuk ke dalam puri. Hari sudah mulai terang. Di ufuk timur warna merah matahari mulai membayang. Tanpa diketahui Ki Toyib, ternyata secara sembunyi sang Prabu melihat semua adegan itu. Setelah itu, sang Prabu pun kembali ke dalam istana. Paginya, di istana sedang dilakukan upacara menghadap sang Prabu. Hadir pada acara itu, para menteri lengkap dengan seluruh punggawa kerajaan. Tak terkecuali Ki Toyib yang duduk di depan dengan muka kusam. Dari wajahnya tampak, jika semalaman laki-laki ini tidak tidur. Saat itulah sang Prabu meminta Ki Toyib menjelaskan, bagaimana ia memenuhi tugas yang telah diberikan kepadanya. Ki Toyib bingung. Ia kesulitan untuk menjelaskan tentang peristiwa semalam. Dalam kebingungan itu akhirnya Ki Toyib berkata, bahwa ia tidak menemukan sumber suara yang dimaksud. Walaupun sudah beberapa malam mengelilingi tembok istana, puri tetap terlihat sepi, tak terdengar suara apa pun. Yang ia dengar hanyalah orang main dadu, dan pertengkaran suami. (jss/bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar