Bayan yang menyamar sebagai malaikat lalu bertanya, apa benar ucapannya itu. Ni Hamzah dengan malu membenarkan ucapan malaikat palsu yang ternyata memiliki pengetahuan yang mendalam itu. Lalu ia pun menyerahkan mati-hidupnya. Ni Hamzah memohon agar ia bisa dikembalikan kepada Kiai Samik.
Malaikat palsu itu lalu berkata, "Jangan khawatir Ni Hamzah. Jika engkau sungguh-sungguh bertobat dan mengikuti perintahku, aku akan kembalikan engkau pada suamimu. Jika janji ini tidak benar, engkau bisa menagihku seperti orang berhutang. Aku memiliki banyak aji-aji pengasihan, termasuk ajian Jaran Goyang atau ajian Kebo Nderem."
Ni Hamzah sambil menyembah berucap, semuanya terserah kehendak sang malaikat. Ia hanya akan menjalani, walaupun harus mati. "Kalau begitu maumu -malaikat palsu berkata- baiklah segera cukur rambutmu sampai bersih. Jangan sampai ada sehelai pun yang tersisa. Jika engkau sudah benar-benar bertaubat, saya akan segera menggendam suamimu.
Pasti ia akan segera datang. Jika tidak sejam ya sehari, sebulan, setahun atau beberapa tahun. Jika tiga tahun tidak juga datang, maka engkau boleh minta cerai ke Kiai Pengulu," kata Bayan, si malaikat palsu itu meyakinkan Ni Hamzah.
Ni Hamzah segera memenuhi perintah si malaikat. Kepalanya pun menjadi gundul seperti baru pulang dari padang Arafah. Melihat itu si Bayan segera terbang sambil tertawa. Kini tinggallah Ni Hamzah yang menjalani hukuman. Membuat malu harus dibayar malu.
Dulu Ni Hamzah membuat malu Bayan dengan mencabuti bulunya, kini ia digunduli pelonthos. "Jika Ni Hamzah kembali ke desa pasti akan menjadi tontonan anak-anak," pikir Bayan.
Melihat penampilan Ni Hamzah yang gundul itu, Bayan pun tidak tega. Ia merasa terlalu mempermalukan wanita yang penuh penderitaan itu. Bayan pun mengaku bersalah. Ia menyatakan akan berusaha mengembalikan kedudukan Ni Hamzah, asal wanita itu mau bersabar dan memulihkan kembali rambutnya yang telah dicukur gundul.
Mendengar pengakuan Bayan, Ni Hamzah semakin sedih dan menderita. Ia kini di kuburan tidak untuk merenungkan kesalahannya, tetapi untuk mengungsi, karena malu dengan kepalanya yang plonthos. Apalagi, tampangnya itu telah membuat para penggembala lari ketakutan. "Aku menyesali perbuatanku, mudah-mudahan Bayan mau memaafkan aku," kata Ni Haqmzah pada Bayan dengan penuh iba hati. (jss/bersambung)