Politik

Imlek : Ceng Beng Itu Menggantung Walet Zitui

Cheng Beng lebih tepat jika dikatakan terjadi di tengah musim semi. Pertengahan musim semi (Chunfen) biasanya jatuh pada tanggal 21 Maret. Sedangkan awal musim panas (Lixia) jatuh pada tanggal 6 Mei. Sejak zaman dulu hari Cheng Beng ini adalah hari untuk menghormati leluhur. Pada dinasti Tang, hari Cheng Beng ditetapkan sebagai hari wajib para pejabat untuk menghormati para leluhur yang telah meninggal. Implementasinya berupa membersihkan kuburan para leluhur, sembahyang dan lain-lain. Saat dinasti Tang ini, hari Cheng Beng hampir sama dengan kegiatan sekarang. Misalnya membakar uang-uangan, menggantung lembaran kertas pada pohon Liu, sembahyang, dan membersihkan kuburan. Yang hilang adalah menggantung lembaran kertas. Sebagai gantinya lembaran kertas itu ditaruh di atas kuburan. Kebiasaan lainnya adalah bermain layang-layang, makan telur, melukis telur dan mengukir kulit telur. Permainan layang-layang dilakukan pada saat Cheng Beng karena selain cuaca yang cerah dan langit yang terang, kondisi angin sangat ideal untuk bermain layang-layang. Sedangkan pohon Liu dihubungkan dengan Jie Zitui, karena Jie Zitui tewas terbakar di bawah pohon liu. Pada Dinasti Song (960-1279) dimulai kebiasaan menggantungkan gambar burung walet yang terbuat dari tepung dan buah pohon liu di depan pintu. Gambar ini disebut burung walet Zitui. Sedang kebiasaan orang-orang Tionghoa yang menaruh untaian kertas panjang di kuburan dan menempatkan kertas di atas batu nisan itu dimulai sejak dinasti Ming. Menurut cerita rakyat yang beredar, kebiasaan seperti itu atas suruhan Zhu Yuanzhang, kaisar pendiri dinasti Ming. Ini untuk mencari kuburan ayahnya. Dia tidak tahu letaknya, menyuruh seluruh rakyat untuk menaruh kertas di batu nisan leluhurnya. Rakyat pun mematuhi perintah itu. Lalu ia mencari kuburan ayahnya yang batu nisannya tidak ada kertas. Kaisar ini akhirnya menemukan kuburan ayahnya. Lalu apa kaitan Cheng Beng itu harus membersihkan kuburan? Menurut Suhu, itu berkaitan dengan tumbuhnya semak belukar yang dikawatirkan akar-akarnya akan merusak tanah kuburan. Juga binatang-binatang yang bersarang di semak dan dapat merusak kuburan. Selain cuaca mulai menghangat, maka hari itu dianggap hari yang cocok untuk membersihkan kuburan. Saat Cheng Beng juga ada tradisi membawa tanah. Kata Suhu, ini selalu dilakukan warga Tionghoa yang merantau. Di hari Cheng Beng mereka kembali ke tanah kelahirannya, dan begitu balik mereka akan membawa tanah yang dimasukkan di kantong merah. Ketika orang itu tiba di rumahnya di tanah rantau, ia akan menorehkan tanah tu ke alas kakinya. Ini sebagai perlambang, bahwa ia tetap menginjak tanah leluhurnya. Irsa/jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar