Mendengar ucapan juragan Nangim itu, burung Bayan Budiman itu segera berucap lagi. "Kanjeng Nabi bersabda kepada para sahabatnya, 'Ketika aku menjalani mi'raj, malam hari naik ke langit, aku merasa kasihan, karena di sana banyak orang-orang yang melarat (miskin) dan menerima apa adanya di dunia, tapi ternyata masuk ke dalam neraka'.
Para sahabat terkejut, lalu berkata kepada Nabi, meminta agar Nabi mau menjelaskan, apakah orang miskin di dunia itu adalah orang yang miskin uang."
Nabi lalu menjawab. "Orang miskin di dunia itu ialah mereka yang taklid buta. Ia miskin ilmu dan miskin amal. Miskin amal wajib dan miskin amal sunnah. Sementara itu mereka menerima dalam kebodohan, tidak mau mencari ilmu dan mengaji. Mereka merasa malu bertanya kepada orang pandai, dan merasa cukup karena umurnya lebih tua. Itulah maksudnya," kata Nabi.
"Inna ilma kal habbi wal amala kal mathori. Ilmu dan amal itu ibarat kekasih yang tak bisa dipisahkan. Jika pisah dari amal, maka amal tanpa ilmu itu menjadi tidak sah. Wal amalu bil ilmin ai dlolalin ba'i, dan ammal ilmi bil amalin fa huwa adza-bul kabir. Inilah dalilnya juragan," kata Bayan lagi.
Selanjutnya burung Bayan itu berkata lagi. "Ketahuilah, bahwa ilmu itu bisa menjaga seseorang yang mempunyai ilmu itu sendiri. Ketika seseorang hendak berlaku salah, maka ilmunya akan mencegahnya. Jika ilmu itu diberikan kepada satu orang atau seratus orang, maka ilmu itu tidak akan berkurang sedikit pun.
Berbeda dengan harta benda. Jika harta diberikan kepada satu orang atau seratus orang, harta itu akan berkurang semakin banyak. Jika harta itu dijaga dengan baik, mungkin juga akan dicuri orang. Jika harta itu dipinjamkan kepada orang lain, bisa-bisa orang yang meminjam itu tidak membayar. Hanya orang yang mawas dirilah yang nantinya akan selamat. Karena itu belilah saya," pinta burung Bayan.
"Harga seratus juta rupiah janganlah dianggap mahal. Bukankah tuan jauh lebih kaya. Dan saya jamin, kurang seminggu sesudah membeli saya, juragan akan memperoleh untung lebih banyak lagi. Mungkin untung enam ratus juta rupiah dalam berdagang. Apalagi jika juragan menjualku lagi kepada priyayi di kota."
Ki Nangim terpikat oleh kepintaran si Bayan. Ia pun segera masuk rumah, mengambil uang, dan segera membayar seratus juta rupiah kepada Ki Mesakat. Ki Mesakat bukan main gembiranya. Sedang Ki Nangim berangan-angan akan menangguk untung yang lebih besar lagi. (bersambung)