Politik

Pra-Munas GAPKI, Nama Joko Supriyono Berkibar

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menggelar acara pra-munas di Kota Medan, Sumatera Utara. Acara ini sebagai tahap awal sebelum Musyawarah Nasional (munas) dilakukan di Kota Solo, Jawa Tengah di bulan Maret 2018 mendatang. Dalam acara ini dilakukan semacam penjaringan. Siapa yang dianggap layak untuk memimpin organisasi pengusaha ini tiga tahun mendatang. Ternyata, acara yang dihadiri seluruh pengurus GAPKI Pusat dan cabang itu sepakat untuk kembali menjagokan Joko Supriyono sebagai Ketua Umum GAPKI periode berikutnya. “Siapa lagi yang layak untuk menduduki posisi itu saat ini. Kita tahu Pak Joko Supri itu orang yang berpengalaman di GAPKI, dan sejak GAPKI dipimpin Pak Joko, perkembangannya semakin pesat. Komunikasi antar-cabang semakin baik, pemerintah mengakui keberadaan kelapa sawit, dan pasar-pasar baru di luar negeri terus dibuka,” kata Eddy Rusmawanto, Sekretaris GAPKI Cabang Jambi. Joko Supriyono adalah mantan Ketua GAPKI Cabang Riau. Dia kemudian menduduki posisi sebagai Sekretaris Jenderal GAPKI Pusat selama dua periode, sebelum terpilih menjadi Ketua Umum GAPKI Pusat menggantikan Joefly saat Munas di Bali. Saat menduduki jabatan Sekjen, Joko Supriyono dikenal keras dalam bersikap untuk membela kelapa sawit. Dia tidak pandang bulu pada perusahaan yang sedang dililit masalah. Jika perusahaan itu didiskreditkan, benar tetapi dituding melakukan kesalahan, maka Joko melakukan pembelaan mati-matian. Ketika menjabat sebagai Ketum GAPKI, Joko Supriyono jarang berteriak keras. Dia lebih mengutamakan lobby-lobby, untuk mensinkronkan dengan langkah pemerintah, dan menjalin hubungan dengan luar negeri untuk mencari pasar-pasar baru bagi minyak sawit Indonesia. Hasilnya, pemerintah secara de facto mengakui eksistensi kelapa sawit. Itu dibuktikan dengan replanting kelapa sawit yang dilakukan Presiden Jokowi, teguran keras sang presiden terhadap Eropa saat berada di Filipina, serta hingga hari ini, Presiden Jokowi terus mereplanting kebun rakyat yang ditanami kelapa sawit. Ini sebuah momen langka. Di masa Presiden SBY, jangan lagi mengakui kelapa sawit dan mereplanting kebun sawit rakyat. Diundang acara rutin tahunan yang bernama Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) saja, sebuah acara internasional yang membanggakan Indonesia, tidak pernah datang. Sepuluh tahun SBY menjadi presiden, hanya sekali dia datang. Itu saat dia sudah di masa akhir memerintah, ketika IPOC digelar di Kota Bandung. Dia datang tanpa didampingi menteri (alasan dihadang kemacetan). Untuk itu ketika SBY mengucap janji tentang sawit hari depan, semua yang hadir ragu terhadap janji itu. Sebab saat memerintah saja tidak ngapa-ngapain terhadap sawit, apalagi ketika sudah tidak punya kuasa lagi. Tidak dipungkiri, di masa kepemimpinan Joko Supriyono, GAPKI memasuki masa keemasan. Joko Supriyono mampu mensinergikan berbagai elemen yang ada di organisasi, dan mengajaknya untuk bersama-sama berjuang demi sawit. Demi perusahaan kelapa sawit, juga demi kesejahteraan petani kelapa sawit. Langkah maju itu sudah diwujutkan dalam bentuk kerjasama dan merangkul keberadaan petani sawit. Dua organisasi petani sawit yang selama ini hanya berjuang sendiri-sendiri mulai diakomodasi. Dalam IPOC ke-13 di Bali tahun lalu nampak Apkasindo dan Samade dilibatkan. Perjuangan kelapa sawit masih panjang. Di tengah prospek cerah tentang hari depan sawit yang efektif dan semakin poduktif, juga datang hambatan dari Uni Eropa yang berusaha menghilangkan kelapa sawit dalam kehidupan di Benua Biru itu. Resolusi Eropa yang disepakati di bulan April tahun lalu (2017), kembali dikuati dalam  pertemuan di Prancis pada tengah bulan ini (Januari 2018). Ini tanda, bahwa masa kelam sawit di Eropa bisa saja bakal terjadi, tinggal menunggu satu atau dua tahun lagi, saat resolusi itu berubah menjadi Undang-Undang (UU). Menyikapi ini, Malaysia melakukan demonstrasi besar-besaran. Pemerintah, petani, dan berbagai perusahaan sawit bersatu melakukan long-march untuk menolak kebijakan yang diskriminatif itu, dan disusul dengan petisi di Sarawak, yang menggalang dukungan untuk membatalkan niat tidak baik Uni Eropa itu. GAPKI di bawah Joko Supriyono berusaha mensikapi kebijakan itu dengan bijaksana. Bersama pemerintah terus melakukan kunjungan ke berbagai negara. Mencari pasar baru, sembari menunggu hasil keputusan Uni Eropa. Maka selain India dan China yang dimantapkan pasarnya, juga Pakistan, Mesir, Nigeria, Rusia dan negara-negara pecahannya dikunjungi, termasuk negara-negara pecahan dari Yugoslavia. “Hasilnya memang tidak bisa langsung. Tapi kalau mereka mulai minta produk kita, itu akaan terus mengalir dan kita tidak dipusingkan dengan kebijakan Uni Eropa,” ujar Joko Supriyono saat ditanya Sawitplus.com. Kini, saat pra-munas GAPKI digelar, layak jika nama Joko Supriyono kembali berkibar. Itu karena kerjanya sudah terbukti, dan dunia perkelapa-sawitan juga sedang dirundung berbagai persoalan yang membutuhkan figur yang tahu dan mumpuni untuk menyelesaikan berbagai problem itu. “Tidak hanya namanya yang berkibar mas. Malah ada banyak yang minta agar pemilihan nantinya dilakukan secara aklamasi. Sebab sejauh ini memang belum ada figur yang dianggap layak untuk memimpin GAPKI,” kata Marianto, Sekretaris GAPKI Riau. jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar