Politik

Menyusuri Prostitusi di Sri Lanka (4) : Mimpi Shanka Akhirnya Menjadi Bencana

Jean tak kuasa menahan tangannya. Ia elus buahdada Shanka. Ia belai dengan lembut. Dan sesekali mengecup dan menghisap puting gadis ini. Shanka menggeliat. Tubuhnya menelentang dengan sempurna. Dari bibirnya terukir sesungging senyuman. Jean seperti mendapat angin. Kini ia tambah berani. Ia buka barisan kancing di blus Shanka, hingga gadis ini separuh telanjang. Tangan lelaki itu merayap kemana-mana. Juga mulutnya, menyelusup di daerah-daerah sensitif, dari buahdada sampai ke perut. Ketika di daerah terlarang ini, tangan lelaki yang mengaku kakek-buyutnya keturunan Perancis itu mulai merambah bagian bawah. Ia raba bagian vital Shanka, seraya nafasnya memburu, seperti seekor kuda yang keberatan beban. Shanka menggelinjang, tapi matanya masih tetap terpejam. Blus Shanka ditariknya ke atas. Celana dalam warna biru muda milik Shanka yang agak kebesaran dilorotnya ke bawah. Bukit indah yang ditumbuhi perdu milik Shanka pun berubah menjadi magnit, yang menarik mata, tangan dan mulut Jean. Ia susuri bukit itu dengan lahap, dan ia ciumi tanpa henti. Dengan pelan-pelan Jean beralih posisi ke bawah. Ia buka kaki Shanka satu-satu. Dari daerah ini kembali tangan dan mulut Jean bermain. Menciumi paha hingga daerah terlarang Shanka. Saat itulah terdengar rintih lirih dari mulut gadis yang berpinggul padat ini. Mulutnya ternganga. Dagunya terangkat. Dan seperti menahan sesuatu yang akan dilepaskan. Ketika Jean yang sudah dirasuk nafsu itu mulai tak kuasa menahan, ia pun melakukan permainan terakhir. Ia lampiaskan keinginan itu, dan tak memperdulikan pekikan Shanka yang meronta-ronta berusaha melepaskan diri. Baru setelah Jean terpuasi, ia pun membiarkan tubuhnya terguling ke samping karena dorongan kuat tangan gadis ini. Shanka menangis. Ia menutupi wajahnya, dan berusaha menyeka airmatanya agar tak ketahuan Jean. Laki-laki ini kebingungan. Ia heran dan bertanya, kenapa Shanka menangis dan memberontak. Padahal hubungan seksual yang dilakukan itu sudah atas seizin Shanka. Saat itulah Shanka menceritakan, bahwa izin itu tak pernah diberikan. Hanya, ia memang sedang mimpi indah bergulat mesra dengan lelaki entah siapa. Ia merasakan kenikmatan mimpi itu, yang tak tahunya adalah kenyataan yang menyakitkan. Gadis ini tiba-tiba berhenti dari tangisnya. Sebagai pemeluk Buddha yang taat, ia berkeyakinan, bahwa semuanya memang sudah karmanya. Karma yang harus dijalani, untuk menuju pada perbaikan hidup dalam kehidupan yang lain. Malah dengan dilahirkannya ia berjenis kelamin perempuan, termasuk bagian dari ketidaksempurnaannya sebagai manusia. Ia harus pasrah menerima. Mendengar penuturan Shanka itu, kali ini Jean yang bingung. Ia terus bertanya, ingin tahu apa yang dimaksudkannya. Tapi Shanka menutup pembicaraan soal itu dengan cara berdusta pada lelaki ini. Ia mengaku memang cinta dengan Jean. Dan ia rela menyerahkan segalanya pada lelaki ini. Termasuk memberikan keperawanannya. Sejak itu, selama Jean berada di Sri Lanka, Shanka tak cuma menemaninya sebagai guide, tetapi juga sebagai teman di tempat tidur. Malah rencana Jean untuk tinggal di Sri Lanka hanya satu minggu membengkak menjadi tiga minggu. Dan kelak disusul pada bulan-bulan berikutnya ketika Jean dapat cuti. (Bersambung)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar