Suku Sangir adalah petualang lautan. Dia menguasai ratusan pulau yang berserak di laut lepas. Dari Pulau Nain Kecil, Nain Besar hingga Marore yang berbatasan langsung dengan Philipina. Juga Pulau Sangihe dan Pulau Talaud dari sisi yang berbeda.
Suku ini terkenal pemberani dan ‘happy’. Di berbagai daerah yang disinggahi suku ini selalu semarak. Malam-malam menggelar pesta. Bernyanyi bersama sambil ditemani saguer (semacam tuak). Dan gaung nyanyian itu yang mengisi kesunyian. “ Ore kantari,” kata mereka. Ayo menari.
Sebagai suku besar, warga suku ini tidak sulit ditemui. Mereka sekarang tidak melulu berprofesi sebagai nelayan. Ada banyak profesi yang dimasuki generasi baru suku ini. Namun jika ingin melihat gambaran keberanian itu, datanglah ke pasar ikan di Kota Manado.
Di pasar ini berbagai nelayan berkumpul. Mereka datang dari berbagai daerah untuk menjual ikan hasil tangkapannya. Suku Bajo, Bugis, Jawa, Gorontalo, Ternate, Papua, yang masih tetap menggeluti pekerjaan melaut menyatu dengan akrabnya.
Saat ditanya soal Suku Sangir, komentarnya : “Sangihe (Sangir) memang gila. Garis putih saja dilawan. Tapi ya memang akhirnya hilang,” kata mereka. Garis putih yang dimaksud adalah tanda di laut, bahwa badai segera datang.
Suku Sangir yang sekarang sudah punya kabupaten sendiri, Sangihe Talaud, masuk Propinsi Sulawesi Utara, tidak hanya punya keberanian. Suku ini juga berperanan besar terhadap nama kota dan pulau yang kita kenal sekarang ini.
Pulau Bunaken ikon pariwisata Sulawesi Utara, adalah salah satunya. Yang memberi nama itu adalah Suku Sangir. Bunaken dari kata bunakek berarti persembunyian karena letaknya yang agak menjorok ke dalam, diapit Pulau Siladen dari kata siladek, hampiran, dan Pulau Manado Tua yang mengusung makna haus.
Kota Manado yang memberi nama memang suku yang kini nama ibukota kabupatennya Tahuna (dalam bahasa lisan dilafalkan tarruna) itu. Manado berasal dari manarro yang berarti haus. Dengan begitu, sebelum Kota Manado sekarang dihuni, adakah mereka lebih memilih tinggal di Pulau Manado Tua karena sumber air tawarnya? Djoko Su’ud Sukahar.