Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) melayangkan surat petisi kepada Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker, Rabu (27/12). Protes itu menyangkut kebijakan diskriminatif Uni Eropa yang berencana semakin membatasi perdagangan minyak kelapa sawit Indonesia ke Eropa melalui Renewable Energi Directive (RED) jilid dua. Sebab kebijakan ini akan merugikan petani kecil kelapa sawit Indonesia.
Petisi yang mengatasnamakan 4 juta petani kecil kelapa sawit Indonesia itu menilai, bahwa kebijakan RED II akan menjadi pukulan telak bagi kelangsungan hidup jutaan petani. Itu karena Eropa merupakan pasar ekspor terbesar kedua kelapa sawit Indonesia setelah India.
RED II menetapkan penghapusan biodisel berbahan baku minyak kelapa sawit pada tahun 2022. Iu akan diberlakukan di seluruh Uni Eropa. Dengan kebijakan ini, maka praktis akan memangkas secara drastis ekspor minyak kelapaq sawit Indonesia.
Draft RED II telah didisikusikan pada tingkat menteri energi Uni Eropa pada pertengahan Desember lalu. Dan ini akan diluluskan melalui voting pada 15 hingga 18 Januari 2018 mendatang.
“Rencana penghapusan biodisel kelapa sawit bukan hanya diskriminatif dalam konteks perdagangan minyak nabati secara umum. Tapi ini juga akan menghambat upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) di Indonesia,” kata Sekretaris Jenderal Apkasindo Asmar Arsjad, Rabu (27/12).
Menurut Asmar, sektor kelapa sawit telah menjadi motor pengentasan kemiskinan di pedesaan. Juga pendorong pembangunan di daerah. “Untuk itu, memangkas secara drastis pintu ekspor kelapa sawit sama dengan memangkas kualitas hidup petani kecil dan menyuramkan masa depan mereka,” tambahnya.
Apkasindo menilai, upaya parlemen Eropa untuk melarang penggunaan biodisel berbasis minyak kelapa sawit dilatarbelakangi isu praktik pertanian keberlanjutan dan deforestasi.
Terkait isu kelapa sawit berkelanjutan ini, Apkasindo telah berupaya meningkatkan kapasitas petani kecil melalui pelatihan Praktik Bertani yang baik (Good Agricultural Practices) di 18 provinsi.
Dan menurutnya, peningkatan kapasitas di tingkat petani kecil bukan saja akan mendorong praktik berkelanjutan, tetapi pada gilirannya akan mampu meningkatkan produktivitas petani. “Peningkatan produktivitas petani akan mengurangi tekanan terhadap kebutuhan perluasan lahan sawit,” tambah Asmar.
Kelapa sawit merupakan satu-satunya tanaman yang paling feasible dalam memenuhi permintaan global minyak nabati di masa depan. Tanpa harus memakan lahan besar-besaran, mengingat produktivitasnya yang sangat tinggi, yaitu rata-rata 4 ton per hektar atau 5 : 20 kali lipat dibanding minyak bunga rapa (rapeseed) dan minyak kedelai.
“Jika kebijakan RED II ini ditujukan untuk melinduingi budidaya minyak rapa di Eropa, maka usulan dari Parlemen Eropa itu keliru,” ungkap Asmar.