Oleh Helfizon Assyafei
Jurnalis
Dan kabar itu datang juga. Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Wartawan paling senior Provinsi Riau, H Moeslim Kawi, wafat. Almarhum menghembuskan nafas terakhir di RS Ibnu Sina Pekanbaru, tak jauh dari rumahnya. Tidak ada penyakit berat yang diderita almarhum. Usia: 87 tahun. Tunai sudah janjiannya di kefanaan dunia ini.Ia adalah seorang wartawan sepanjang hayat. Muslim Kawi pernah menjadi ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau di tahun 1981 hingga 1985, dan beliau juga salah seorang yang membentuk PWI Riau. Saya belum lahir ia sudah mengirim tulisan pertamanya ke media tahun 1955.
- Baca Juga Kongres Luar Biasa PWI
Dimata orang-orang yang pernah dekat dengan beliau; orangnya optimis dan happy. Suka bergurau dan banyak teman. Tapi dari sisi profesi, semasa hidupnya, dia sangat disiplin, idealis, dan profesional. Dia tak mau menjual idealismenya, tak goyah meski diiming-imingi imbalan cuan oleh oknum pejabat ‘nakal’ yang menjadi subjek beritanya. Idealis tulen. Kami pernah berbincang ringan saat beretmu di PWI Riau dalam sebuah acara.
Menurutnya menjadi wartawan itu yang mahal itu adalah kebebasan dan kesetaraan. “Jadilah orang berfiiran merdeka boi. Bila boi punya integritas maka boi takkan dijengkal orang. Boi takkan jadi kacung siapapun meskipun hidup itu perlu uang dan banyak orang rela ‘mengkacungkan’ diri pada orang-orang beruang.Saya terkesan mendengar nasihatnya. Seperti ajaran alamarhum ayah saya dulu
Meski kami beda generasi bila berada di dekat beliau saya merasa bersama seorang ayah sekaligus guru. Tak pernah bicaranya tentang aku ini begini aku ini begitu meski ia punya banyak yang bisa dibanggakannya kepada wartawan hijau macam saya ini. Tapi tidak. Kosa katanya ‘kita’. “Kita harus terus membaca dan menulis boi agar kebenaran selalu disuarakan,” ujarnya lagi. Dia tidak merasa hebat atau menghebatkan diri. Biasa saja. Sehingga dengan kami junior yang sepangkat dengan anaknya pun bisa bergurau layaknya dengan para sahabatnya.
Dia selalu mengacungkan dua jempolnya bila bertemu. Artinya; hei boi (atau siapa saja yang bertemu dengannya) kalian itu hebat. Padahal jelas dia lebih hebat dari saya. Tapi begitulah orang hebat macam Pak Moeslim Kawi pribadi yang sederhana dan mudah bergaul bahkan lintas usia. Tidak Jaim (jaga image). Bahkan kami sering mengguraukan beliau dengan cara duluan mengacungkan dua jempol sebelum beliu melakukannya. Lalu kami tertawa bersama.
Di depan jenazah beliau pagi ini saya hanya bisa terecenung. Saya raba keningnya. Dingin sekali. Wajahnya tenang. Hidup memang tempat persinggahan saja. Meski demikian hidup merekam semua kenangan indah dan kebaikan yang pernah dilakukannya. Selamat jalan Ayah kami wartawan Riau yang bersahaja. Semoga damai di sisi-Nya. Amiin.