Politik

Pilkada Serentak 2020, Bamsoet Kembali Ingatkan Netralitas ASN

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo.

JAKARTA - Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) kembali mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tetapwnjaga netralitasnya, dalam Pilkada serentak di 270 daerah pada Desember 2020 mendatang. 

"Dalam konsepsi negara demokratis, netralitas ASN adalah salah satu prasyarat mutlak mewujudkan tata kelola pemerintahan baik dan bersih," kata Bamsoet di Jakarta, Kamis (27/8).

Berkaitan dengan netralitas ASN ini, kata Bamsoet, telah diatur dalam UU No.5/2014 tentang ASN, UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PP No. 37/2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Parpol, dan PP No. 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang melarang ASN berpolitik.

Hal ini kembali diingatkan, lantaran sampai saat ini masih banyak ASN yang terlibat aktif dalam pemilu. Terbukti masih ada saja kasus yang ASN pada setiap pesta demokrasi yang digelar. Seperti data Badan Kepegawaian Negara (BKN), pada periode Januari 2018 - Juni 2019, sebanyak 991 ASN dinyatakan terlibat dalam kasus pelanggaran netralitas ASN.

"Sedangkan catatan BAWASLU, menjelang penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, ditemukan indikasi 427 kasus ketidaknetralan ASN. KASN juga mengindikasikan pada periode Januari - Juni 2020, dari 369 kasus pelanggaran netralitas ASN, 27 persen diantaranya dilakukan melalui kampanye di media sosial," ujarnya.

Dia mengatakan, keterlibatan ASN pada politik dapat memicu terjadinya tindakan koruptif. "Keberpihakan dan keterlibatan ASN pada kegiatan politik praktis juga sangat berpotensi melahirkan praktik koruptif, di mana ASN memanfaatkan fasilitas negara untuk memberikan dukungan politik," ujarnya.

Bamsoet memandang, salah satu penyebab maraknya ketidaknetralan ASN karena lemahnya pengawasan karena kewenangan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) terbatas pada memberikan rekomendasi.

Di sisi lain menurut dia, mentalitas birokrasi juga belum sepenuhnya mengimplementasikan semangat reformasi birokrasi, yang semestinya mengedepankan profesionalisme kepada kepentingan publik, bukan kepada atasan atau pejabat politik lokal.

Dia menilai kondisi itu biasanya terkait ambisi mendapatkan jabatan tertentu sebagai timbal balik dari dukungan politik yang diberikan kepada calon kepala daerah.

"Bentuk pelanggaran seperti itu tidak hanya melanggar netralitas ASN, tetapi berpotensi menjadi bentuk kezaliman terhadap ASN lain yang berprestasi dan profesional, namun mesti tersingkir justru karena mempertahankan netralitasnya," ujarnya.*


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar