Oleh: Tofan Mahdi
JAKARTA - Saat banyak negara, termasuk negeri jiran Singapura terancam resesi, Indonesia berpeluang meningkatkan daya saing ekonomi. Indonesia bisa mencapai kemandirian energi sebagai langkah awal meningkatkan daya saing ekonomi nasional di tingkat global.
Bagaimana Indonesia akan mencapai kemandirian energi? Tidak lain adalah dengan terus melanjutkan program mqndatori biodiesel yang tahun ini sudah mencapai tahap B30 (bioduel-30). Artinya, solar yang dikonsumsi oleh masyarakat baik yang PSO maupun non PSO diolah dengan campuran 30% minyak sawit. Banyak manfaat yang didapatkan pemerintah dan masyarakat dengan program mandatori biodiesel tersebut.
Pemerintah telah melaksanakan program mandatori biodiesel secara bertahap. Program mandatori biodiesel sudah mulai diimplementasikan pada tahun 2008 dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5%. Secara bertahap kadar biodiesel meningkat hingga 7,5% pada tahun 2010. Pada periode 2011 hingga 2015 persentase biodiesel ditingkatkan dari 10% menjadi 15%. Selanjutnya pada tanggal 1 Januari 2016, ditingkatkan kadar biodiesel hingga 20% (B20). Program Mandatori B20 berjalan baik dengan pemberian insentif dari BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) untuk sektor PSO. Dan mulai 1 September 2018 pemberian insentif diperluas ke sektor non-PSO.
Tahun ini, implementasi program mandatori biodiesel telah mencapai B30. Program mandatori biodiesel memberikan multiplier effect yang sangat baik, tidak saja bagi keuangan negara tetapi juga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (sawit rakyat/ smallholders) dan juga penggunaan BBN (bahan bakar nabati) lebih ramah lingkungan dibandingkan fossil fuel.
Bagi negara, program mandatori B20 tahun lalu saja bisa menghemat devisa USD 3,54 miliar atau sekitar Rp 44 triliun. Dan diperkirakan, dengan program mandatori B30 tahun ini, devisa yang bisa dihemat pemerintah bisa mencapai USD 5,13 miliar atau sekitar Rp 63,4 triliun. Penghematan yang luar biasa di tengah kondisi ekonomi global yang melemah akibat pandemik covid-19.
Dampak positif lain pelaksanaan mandatori B30 adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya para petani sawit (smallholders). Seperti diketahui, Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar dunia dengan produksi mencapai 53 juta ton (tahun 2019) dan 70% produksi minyak sawit nasional terserap di pasar ekspor. lSektor sawit setiap tahunnya memberikan sumbangan devisa hasil ekspor mencapai USD 20 miliar atau sekitar Rp 300 triliun. Dengan luas lahan 16,3 juta hektar, 43 persen perkebunan sawit di Indonesia adalah perkebunan rakyat.
Akibat pandemik covid-19 harga berbagai komoditas turun signifikan termasuk harga minyak mentah yang sempat menyentuh level USD 20 per barel. Meskipun harga minyak mentah sangat murah, pemerintah tetap konsisten melaksanakan program mandatori B30. Untuk mendukung kelancaran produk tersebut, pemerintah menaikkan pungutan ekspor sawit menjadi USD 55 per ton untuk CPO pada 1 Juni 2020 setelah sebelumnya adalah USD 50 per ton. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan dana APBN Rp 2,7 triliun untuk mendukung program mandatori B30.
Kebijakan tersebut efektif menjaga stabilitas harga minyak sawit sehingga petani sawit (masyarakat) tetap bisa menikmati harga TBS (tandan buah segar) sawit yang baik ketika sektor-sektor ekonomi lain sedang berjuang untuk bertahan.
Program mandatori B30 tidak saja akan membawa Indonesia menuju kemandirian energi dengan mengembangkan BBN (bahan bakar nabati) berbasis sawit, tetapi juga akan meningkatkan level ekonomi Indonesia di tingkat dunia. Yang dibutuhkan adalah konsistensi kebijakan pemerintah untuk terus mendorong pengembangan BBN berbasis sawit. (*)
*Penulis adalah Guest Editor Harian DI’s Way dan Ketua Bidang Komunikasi GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia)