Imam Prasodjo : Tidak Boleh LSM Asing Gantikan Negara Urus Tanah dan Hutan

Imam Prasodjo : Tidak Boleh LSM Asing Gantikan Negara Urus Tanah dan Hutan
Sosiolog Universitas Indonesia dan aktivis lembaga kemanusiaan, Imam B. Prasodjo mempertanyakan keputusan pemerintah menunjuk WWF sebagai PMO Sekretariat Percepatan Program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS). Penunjukan WWF dalam implementasi kebijakan reforma agraria dan perhutanan sosial ini dinilai tidak tepat dan bisa memicu kecurigaan. Dalam surat terbuka yang tersebar di berbagai group dan media sosial, Imam B. Prasodjo mengatakan, sebuah LSM, apalagi LSM internasional tidak boleh berperan menggantikan peran negara dalam urusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Apalagi urusan ini tentang tanah dan masalah kehutanan. “Ini benar-benar berita mengagetkan dan mencurigakan,” katanya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini surat terbuka yang ditulis Imam B. Prasodjo dan ditujukan kepada Menko Perekonomian Darmin Nasution. SURAT TERBUKA UNTUK Pak Menko Perekonomian Darmin Nasution Yth. Terkadang mendukung kerja pemerintah ini memang tak mudah. Banyak program bagus dicanangkan tetapi tiba-tiba dilaksanakan dengan cara aneh yang menimbulkan tanda-tanya. Berikut salah satu contohnya. Ini terkait dengan implementasi Kebijakan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS). Pada awal dicanangkannya program RAPS ini, saya melihat sendiri banyak aktivis sosial dan kalangan masyarakat antusias mendukung Kebijakan RAPS yang dicanangkan Pak Jokowi ini. Kebijakan ini, betapapun tak mudah untuk diimplementasi dengan cepat, namun disambut dengan baik karena membawa misi mulia, yaitu untuk mempersempit ketimpangan sosial-ekonomi di negeri ini. Kebijakan sebelumnya yang bias terhadap pola “State Forestry” dan “Capital Forestry” akan dicoba diimbangi dengan “Social Forestry” yang lebih pro-rakyat miskin. Saya selama ini juga bergembira membantu banyak teman di jajaran birokasi sebagai rekan diskusi untuk membahas RAPS ini agar program ini menjadi gerakan “menyejahterakan rakyat” yang benar-benar dilaksanakan secara partisipatif, dan didukung masyarakat luas. Para aktivis, tokoh masyarakat dan akademisi yang peduli mulai bergerak membantu karena melihat niat baik ini. Sayang seribu sayang. Di saat kita tengah susah payah menggalang partisipasi seluruh kelompok masyarakat ini untuk ikut terlibat dalam implementasi program RAPS dan mengawalnya agar program ini tepat sasaran dan tidak dijadikan “proyek bancakan” semata, tiba-tiba muncul kabar adanya kebijakan Menko Perekonomian yang menunjuk WWF sebagai PMO sekretariat percepatan program RAPS. Ada apa ini? Ini benar-benar berita mengagetkan dan mencurigakan. Saya khawatir, ini terjadi gara-gara Pak Darmin Nasution (atau jangan-jangan hanya kerjaan Pak Lukita Dinarsyah Tuwo) yang kurang faham betapa sensitifnya masalah ini. Yang benar saja, masak WWF (sebuah NGO internasional) berperan menggantikan peran negara dalam urusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Lagi pula, mau ditaruh di mana peran serta masyarakat yang selama ini sudah susah payah mendukung dan menyumbangkan tenaga dan fikiran karena ingin memberikan sumbangsih pada negeri sendiri? Apakah pemerintah atau bahkan bangsa ini rela kalau urusan semacam ini dialihkan peranan utamanya ke lembaga internasional yang notabene belum punya reputasi mengurus masalah seperti ini? (Saya sendiri tak yakin pengurus inti WWF setuju dengan peran yang sedang dijalankan WWF. Saya menduga ini kerjaan oknum pimpinan WWF yang tak faham masalah). Seburuk-buruknya negeri ini, saya berkeyakinan kita masih mampu mengurus urusan RAPS ini tanpa perlu memerankan (men-subkontrakkan?) ke pihak luar. Masih banyak aktivis sosial, kalangan ahli dari kampus, birokrat berdedikasi, atau putra-putri Indonesia sendiri yang bekerja di bawah bendera Indonesia, bersedia dan mampu menangani program RAPS ini. Mohon kebijakan ini segera dikoreksi. Dengan segala hormat, semoga Pak Darmin Nasution dapat meninjau kebijakan ini. Semoga Pak Jokowi segera turun tangan mengatasi masalah ini. Semoga para petinggi WWF “yang autentik” dan selama ini memiliki fikiran bijak segera turun tangan “menjewer” bawahannya yang gegabah mau menerima pekerjaan (yang menurut saya) bukan porsinya. Salam kesal, Imam B. Prasodjo

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index