Salah satu daya tarik Australia adalah monumen alam berupa batu berukuran raksasa. Ayers Rock namanya.
Batu ini tergolong jenis batu pasir arkose dengan tinggi 348 meter dan panjang lebih dari 3 kilometer. Seperti sebuah gunung es di lautan, batu ini juga tertanam sejauh 6 kilometer ke bawah tanah.
Orang Aborigin menyebut batu raksasa ini Uluru. Menilik lokasinya, batu ini adalah milik kelompok suku Yankunitjatjara dan Pitjantjatjara. Di sekeliling Ayers Rock atau Uluru yang sepanjang 8 kilometer ini tersebar gua-gua yang terbentuk secara alami. Oleh kedua suku Aborigin itu dipahatlah kisah mengenai kejadian pada zaman impian (Dreamtime).
Diceritakan pula makhluk-makhluk gaib yang sengaja diturunkan oleh para dewata untuk mengatur kehidupan di bumi. Sebagian memang sengaja diciptakan buas, tujuannya untuk menjaga suku Aborigin dan tanah leluhur dari niat jahat dan perilaku tak senonoh.
Sayangnya, di era modern ini peluang bisnis diusahakan datang dari mana saja. Tak terkecuali Uluru, yang oleh suku Aborigin dianggap monumen suci.
Monumen alam ini memang sangat menarik untuk dijadikan obyek wisata. Akibat sinar matahari serta bahan-bahan alaminya, Uluru berganti-ganti warna yang bisa dilihat dari kejauhan.
Makin banyak sinar matahari yang diterima permukaan Uluru, warnanya perlahan berubah menjadi lembayung muda. Warna ini pun berganti menjadi merah muda cemerlang ketika sinar mentari mulai redup.
Suku Aborigin sangat menghormati, bahkan mengkeramatkan monumen alam ini. Tapi apa daya mereka jika tiap tahun gelombang turis tersedot ke sebongkah batu raksasa ini.
Tak kurang dari sejuta pengunjung telah menginjakkan kaki ke Alice Springs, lokasi Uluru. Namun tak cukup bagi para turis ini hanya dengan menikmati batu raksasa yang indah. Sebagian besar malah menyempatkan mengambil kerikil yang tercecer. Bahkan ada yang sengaja mencongkel langsung dari batu raksasa itu. Tujuan mereka hanya ingin membawanya pulang sebagai souvenir.
Apa reaksi suku Aborigin ? Mereka mengecam tindakan ini dan menganggapnya menodai kesucian dan keagungan Uluru. Mereka meyakini bahwa tindakan tersebut pasti mendapat kutukan dari para dewata. Para turis hanya mencibir ancaman suku pribumi ini. Rupanya para dewa Aborigin tak main-main.
Pada bulan Februari 1996, Julian Barry, salah seorang perantau senior yang telah lama menetap di sekitar Uluru melaporkan sejumlah kejadian ganjil. Beberapa pengunjung yang telah mencomot batu atau kerikil dari Uluru terpaksa mengembalikannya ke tempat semula. Ada yang dibawanya langsung, sebagian melalui pos.
Menurut laporan mereka banyak kejadian aneh sejak mereka mencuri batu dari Uluru, mulai sakit ringan sampai berat hingga jatuh bangkrut. Jumlah souvenir yang dikirim balik ini meningkat dari waktu ke waktu. So, kalau sudah begini, apakah ini kebetulan atau aksi para dewa yang berkuasa atas tanah Uluru ? ma/jss