Ekonomi

Kasus Positif Corona Bertambah, Rupiah Melemah ke Rp16.250

Ilustrasi rupiah dan dolar AS. (Int)

JAKARTA - Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp16.250 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Rabu (8/4/2020) sore. Mata uang Garuda melemah 0,31 persen dibandingkan perdagangan kemarin sore di level Rp16.200 per dolar AS.

Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp16.245 per dolar AS atau menguat dibandingkan posisi kemarin yakni Rp16.410 per dolar AS.

Sore ini, mayoritas mata uang di kawasan Asia terpantau melemah terhadap dolar AS. Tercatat, yen Jepang melemah 0,06 persen, dolar Singapura melemah 0,01 persen, dolar Taiwan melemah 0,05 persen, dan won Korea Selatan melemah 0,01 persen terhadap dolar AS.

Lalu, rupee India melemah 0,94 persen, yuan China melemah 0,30 persen, ringgit Malaysia turun 0,09 persen, dan baht Thailand turun 0,03 persen terhadap dolar AS. Sedangkan, peso Filipina mampu menguat 0,16 persen bersama dolar Hong Kong menguat 0,01 persen.

Sementara itu, mayoritas mata uang di negara maju juga kalah melawan dolar AS. Tercatat, poundsterling Inggris melemah 0,09 persen, dolar Australia melemah 0,41 persen, dolar Kanada melemah 0,31 persen, dan franc Swiss melemah 0,21 persen.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah dipicu bertambahnya korban meninggal virus corona (covid-19). New York dan Inggris mengumumkan angka kematian harian tertinggi mereka, meskipun jumlah kasus baru dilaporkan menurun di awal pekan. Gubernur New York Andrew Cuomo melaporkan total 5.489 kasus meninggal hingga Senin (6/4/2020).

"Negara lain di Eropa, seperti Spanyol mencatatkan korban meninggal secara harian naik untuk pertama kalinya dalam lima hari," ujar Ibrahim, Rabu (8/4/2020).

Dari dalam negeri, upaya pemerintah menerbitkan surat utang global (global bond) mendapatkan sambutan positif dari pasar.

Pada Selasa (7/4/2020) pemerintah merilis global bond sebesar US$4,3 miliar yang merupakan global bond terbesar dalam sejarah. Namun, kebijakan itu tak mampu mereda kekhawatiran peningkatan jumlah korban meninggal akibat pandemi.

"Ini akan menambah kepercayaan modal asing kembali masuk ke pasar dalam negeri," tandasnya. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar