Politik

ILO : Budaya Ajak Anak ke Kebun Sawit Perlu Diklarifikasi

Budaya mengajak anak ke kebun sawit perlu diklarifikasi. Sebab kebiasaan itu sering dijadikan bahan untuk kampanye negatif kelapa sawit. Juga ang menangkut soal Hak Asasi Manusia (HAM) yang tidak benar adanya. Menurut Badan Perburuhan Internasional di bawah PBB (International Labour Organization/ILO), para pemangku kepentingan di industri sawit Indonesia harus membuka diri melalui forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah. Itu terkait isu ketenagakerjaan yang menjadi kepentingan nasional dan negara-negara di kawasan. Director Sector International Labour Organization (ILO) Geneva, Alette Van Leur mengharapkan, elaborasi isu-isu ketenagakerjaan melalui berbagai forum serta peningkatan kerja sama tripartit akan mendorong kompetensi tenaga kerja industri sawit di Indonesia. “Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, standar tenaga kerja di Indonesia ke depan bisa menjadi benchmark internasional. Itu mengingat Indonesia dan Malaysia merupakan produsen terbesar yang memasok lebih dari 90 persen minyak sawit dunia,” katanya di Jakarta, pekan lalu. Alette Van Leur dalam Palm oil multistakeholder Dialogue di Jakarta, Selasa (10/10) mengatakan, ILO siap mendukung langkah-langkah pemangku kepentingan industri sawit dalam merumuskan kebijaksanaan dan program untuk memperbaiki lapangan pekerjaan dan kehidupan para pekerja. Dialog ini merupakan kegiatan yang diinisiasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bersama ILO, badan PBB untuk urusan ketenagakerjaan. Menurut pihaknya, berbagai isu ketenagakerjaan yang dikaitkan dengan pekerja anak serta isu HAM bisa cepat diselesaikan. “Budaya masyarakat Indonesia yang kerap membawa anak ke kebun dikaitkan dengan isu seolah-olah terjadi eksploitasi tenaga kerja anak perlu diklarifikasi. Itu agar tidak terjadi mispersepsi di dunia internasional. Pemerintah juga perlu membantu memberi pemahaman agar masalah itu tidak berkepanjangan,” katanya. Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3) Sugeng Priyanto mengatakan, perlindungan dan peningkatan kesejahteraan buruh dan pekerja harus menjadi prioritas dalam pengelolaan perkebunan dan industri pengolahan sawit di seluruh Indonesia. “Sektor perkebunan di Indonesia merupakan sektor penyumbang devisa terbesar bagi negara. Kami mengharapkan, sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia, buruh perkebunan sawit juga perlu sejahtera dengan pengupahan yang layak,” katanya. Sugeng mengungkapkan, sektor perkebunan dan industri pengolahan minyak sawit mempunyai karakteristik yang berbeda dengan sektor-sektor lain “Sebagai sektoral itu strategis, industri ini perlu mendapat perhatian karena diwarnai dengan beragam isu. Bila tidak tertangani dengan baik, ini bisa menjadi konflik berkepanjangan yang sulit dicari solusinya,” jelasnya. Hanya saja, dia mengakui hingga kini belum mengetahui apakah isu soal pekerja anak memang benar-benar ada atau hanya kampanye hitam yang sengaja dihembuskan pihak-pihak tertentu. “Saya akan cek ke lapangan untuk mengetahui kondisi sesungguhnya,” kata Sugeng. Ketua Sekretariat ISPO Aziz Hidayat mengatakan, pemberian sertifikasi ISPO bagi industri dan perkebunan rakyat bertujuan mendorong semua pihak untuk mematuhi semua peraturan pemerintah termasuk soal ketenagakerjaan. Menurut dia, ISPO mendorong dunia usaha untuk meningkatkan kesadaran pengusaha kelapa sawit memperbaiki semua aspek menyangkut lingkungan dan ketenaga-kerjaan. Tujuannya untuk meningkatkan daya saing sawit Indonesia. “Kami akan meningkatkan keberterimaan ISPO di dunia internasional. Karena kemauan dunia internasional seperti pengupahan yang layak serta tidak adanya tenaga kerja anak juga sejalan dengan tujuan ISPO,” katanya. jss


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar