Industri

Asosiasi Pengembang Berharap KPR FLPP Terus Dipertahankan

Kawasan perumahan. (Int)

JAKARTA - Skema pembiayaan perumahan bersubsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan rencananya bakal dilebur ke skema Tabungan Perumahan Rakyat pada 2021 seiring dengan kembali beroperasinya Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat.

Hal ini lantaran pembiayaan rumah bersubsidi melalui skema untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang saat ini dipegang oleh Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) nantinya akan dipegang oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera)

Menanggapi hal itu, sejumlah asosiasi pengembang perumahan berharap agar FLPP tetap bisa berdiri sendiri. Adapun, pengembang juga memberikan usulan agar pemerintah bisa memaksimalkan penyaluran dana rumah subsidi melalui skema tersebut.

Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja mengatakan bahwa FLPP jangan sampai hilang atau dilebur. Salah satu alasannya adalah agar FLPP bisa dimanfaatkan seluruh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), bukan hanya oleh ASN (Aparatur Sipil Negara).

“Kalau mau hilangkan FLPP, sekalian saja semua subsidi dihapus. Pemerintah tetapkan saja harga minimal, nanti pengembang dan perbankan biar cari cara sendiri supaya orang tetap bisa beli rumah dengan harga murah,” katanya di Jakarta, Selasa (17/3/2020).

Endang berharap agar FLPP bisa tetap menjadi tulang punggu subsidi perumahan. Pasalnya, skema tersebut merupakan yang paling relevan bagi kondisi MBR di Indonesia saat ini.

Alih-alih dilebur, Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan bahwa asosiasi telah memberikan usulan kepada pemerintah agar kuota FLPP bisa diperbanyak dengan cara memperpendek tenor kredit.

“Selama ini FLPP itu kan untuk 20 tahun, padahal umumnya pembeli sudah bisa melunasi dalam waktu 10 tahun. Jadi buang-buang waktu dan anggaran,” kata Totok.

Langkah untuk mempersingkat tenor kredit, imbuhnya, juga bisa dibarengi dengan ketentuan bunga di atas 5 persen, sehingga anggaran yang terpakai berpotensi bisa lebih efisien.

“Pengembang paham sekali FLPP itu ada faktor keberlanjutannya, dana yang dibayarkan debitur bisa diputar untuk membiayai perumahan periode selanjutnya, sedangkan skema lain seperti BP2BT [Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan] dan SSB [Subsidi Selisih Bunga] itu dana habis. Jadi harusnya FLPP bisa diperbanyak,” ungkapnya. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar