Politik

PKS Beri 'PR' Besar untuk Jokowi di Tahun 2020

Presiden dan Wakil Presiden RI, Joko Widodo dan Wakil Presiden, Ma'aruf Amin. (Int)

JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ingin pemerintah dan penyelenggara pemilu mengevaluasi sistem pemilu. Di akhir tahun ini, Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera berkaca dari pengalaman petugas KPPS sakit hingga meninggal pada Pemilu Serentak 2019.

"Ke depannya, tragedi banyaknya petugas KPPS yang meninggal dan sakit ini tidak boleh terulang lagi. Pemerintah dan KPU harus mengevaluasi total proses penyelenggaraan Pemilu dari awal hingga akhir," kata Mardani.

Kemudian, pemerintah dan penyelenggara pemilu harus mencari cara dan metode terbaik agar tidak terjadi lagi korban jiwa terhadap petugas KPPS. "Serta terselenggaranya Pemilu yang jujur dan adil, yang dipercaya oleh seluruh rakyat Indonesia," ucapnya.

Dia menambahkan, Pemilu 2019 secara langsung maupun tidak langsung berdampak dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Menurutnya, Pemilu Presiden yang diikuti dua calon pasangan mengakibatkan terjadinya polarisasi dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia berdasarkan dukungan capres.

"Dalam hal dinamika politik ini bagus, namun dalam konteks sosial, para tokoh bangsa harus bisa mengawal dan mendidik masyarakat agar perbedaan pendapat dan afiliasi politik tidak boleh mengakibatkan perpecahan sosial masyarakat," ucap dia.

Meski demikian, Mardani melihat tingginya tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 yang mencapai 81 persen. Angka partisipasi 81 persen pada Pemilu 2019 ini bertambah hampir 10 persen dibanding Pemilu 2014, dan melampaui target nasional KPU yang awalnya mematok angka 77,5 persen partisipasi pemilih.

"Apresiasi untuk KPU dan Bawaslu atas tingginya tingkat partisipasi pemilih di Pemilu 2019 ini," pungkas Mardani.

PKS juga mengingatkan PR pemerintahan Jokowi-Ma'ruf di tahun depan. Mardani menyebut, pemerintah belum menyelesaikan masalah ekonomi hingga persoalan hukum.

"Survei internal PKS tahun 2019 mengkonfirmasi bahwa lebih dari 50 persen masyarakat merasakan masalah. Masalah utama yang harus segera diselesaikan Pemerintah adalah masalah ekonomi pengangguran, kemiskinan, harga kebutuhan pokok," kata Mardani.

Kemudian, besarnya biaya penyelenggaraan Pemilu, APBN, dan utang negara belum mampu mewujudkan kesejahteraan dan menyelesaikan masalah ekonomi bangsa. Kondisi ini harus menjadi evaluasi dan refleksi utama bagi pemerintah.

"Khususnya Pak Jokowi selaku Presiden, bahwa kepemimpinan dan kekuasaan yang beliau miliki selama 5 tahun kemarin belum mampu memecahkan permasalahan ekonomi rakyat," kata Mardani.

Menurut dia, semakin naiknya harga kebutuhan pokok, listrik, BBM, BPJS, tarif tol, dan biaya hidup lainnya yang dirasakan langsung masyarakat adalah bukti nyata bahwa kinerja Pemerintah belum berhasil memperbaiki ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Ditambah, kata dia, jika melihat indikator ekonomi makro yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi stagnan di angka 5 persen, defisit neraca perdagangan yang sudah terjadi 5 kali dalam 12 bulan di tahun 2019, defisit APBN hingga November 2019 yang mencapai Rp368 triliun.

Lalu, utang negara terus bertambah tinggi yang di akhir November 2019 mencapai Rp4.814,3 triliun. Serta iklim investasi Indonesia yang dinilai oleh Bank Dunia masih berisiko, rumit, dan tidak kompetitif.

"Keseluruhan indikator ekonomi tersebut menunjukkan bahwa buruknya kinerja perekonomian pemerintahan Pak Jokowi selama tahun 2019 ini," ucap Mardani. (*)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar